Total Tayangan Halaman

Kamis, 23 Mei 2013

Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan



Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan

Pendekatan, Jenis dan Metode Penelitian Pendidikan

Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur,  teknik,  alat, serta desain penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan  penelitian yang dipilih. Prosedur, teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok pula dengan metode penelitian yang ditetapkan. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti perlu menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok (Nazir, 1985) yaitu:
  1. Urutan kerja atau prosedur apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan suatu penelitian?
  2. Alat-alat (instrumen) apa yang akan digunakan dalam mengukur ataupun dalam mengumpulkan data serta teknik apa yang akan digunakan dalam menganalisis data?
  3. Bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?
Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutan-urutan pekerjaan yang terus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal ini sangat membantu peneliti untuk mengendalikan kegiatan atau tahap-tahap kegiatan serta mempermudah mengetahui kemajuan (proses) penelitian. Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis.  Dalam  prakteknya terdapat sejumlah metode yang biasa digunakan untuk kepentingan penelitian.
Berdasarkan sifat-sifat masalahnya, Suryabrata (1983) mengemukakan sejumlah metode penelitian yaitu sebagai berikut



  1. Penelitian Historis yang bertujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif.
  2. Penelitian  Deskriptif yang yang bertujuan untuk  membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.
  3. Penelitian Perkembangan yang bertujuan untuk menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu.
  4. Penelitian Kasus/Lapangan yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungansuatu obyek
  5. Penelitian  Korelasional yang bertujuan untuk  mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasarkan koefisien korelasi
  6. Penelitian  Eksperimental suguhan yang bertujuan untuk  menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali
  7. Penelitian  Eksperimental semu yang bertujuan untuk  mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian.
  8. Penelitian  Kausal-komparatif yang bertujuan untuk  menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen tetapi  dilakukan dengan pengamatan terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding.
  9. Penelitian  Tindakan yang bertujuan untuk  mengembangkan keterampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya.
McMillan dan Schumacher (2001) memberikan pemahaman tentang metode penelitian dengan mengelompokkannya dalam dua tipe utama yaitu kuantitatif dan kualitatif yang masing-masing terdiri atas beberapa jenis metode sebagaimana ditunjukkan pada tabel berikut.
Jenis-Jenis Metode Penelitian
Jenis-Jenis Metode Penelitian
Jenis-jenis penelitian lain dapat dibedakan atas dasar beberapa sumber referensi berikut ini.
Jenis-Jenis Metode Penelitian Menurut Ahli
Pendekatan Penelitian, Jenis Penelitian dan Metode Penelitian Pendidikan
Banyaknya jenis metode penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, dilandasi oleh adanya perbedaan pandangan dalam menetapkan masing-masing metode. Uraian selanjutnya tidak akan  mengungkap semua jenis metode yang dikemukakan di atas tetapi membahas secara singkat beberapa metode penelitian sederhana yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan.
A. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah actual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa juga lebih dan satu variabel.
B. Studi Kasus
Penelitian Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seseorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu. Misalnya, mempelajari secara khusus kepala sekolah yang tidak disiplin dalam bekerja. Terhadap kasus tersebut peneliti mempelajarinya secara mendalam dan dalam kurun waktu cukup lama. Mendalam, artinya mengungkap semua variable yang dapat menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berbagai aspek.
Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang dia lakukan dan bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Untuk mengungkap persoalan kepala sekolah yang tidak disiplin peneliti perlu mencari data berkenaan dengan pengalamannya pada masa lalu, sekarang, lingkungan yang membentuknya, dan kaitan variabel-variabel yang berkenaan dengan kasusnya. Data diperoleh dari berbagai sumber seperti rekan kerjanya, guru, bahkan juga dari dirinya. Teknik memperoleh data sangat komprehensif seperti observasi perilakunya, wawancara, analisis dokumenter, tes, dan lain-lain bergantung kepada kasus yang dipelajari.
Setiap data dicatat secara cermat, kemudian dikaji, dihubungkan satu sama lain, kalau perlu dibahas dengan peneliti lain sebelum menarik kesimpulankesimpulan penyebab terjadinya kasus atau persoalan yang ditunjukkan oleh individu tersebut. Studi kasus mengisyaratkan pada penelitian kualitatif. Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah, bahwa peneliti dapat mempelajari subjek secara mendalam dan menyeluruh.
Namun kelemahanya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya subyektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan dan belum tentu dapat digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi sangat terbatas penggunaannya. Studi kasus bukan untuk menguji hipotesis, namun sebaliknya hasil studi kasus dapat menghasilkan hipotesis yang dapat diuji melalui penelitian lebih lanjut. Banyak teori, konsep dan prinsip dapat dihasilkan dan temuan studi kasus.
C. Penelitian Survei
Penelitian survei cukup banyak digunakan untuk pemecahan masalah-masalah pendidikan termasuk kepentingan perumusan kebijaksanaan pendidikan. Tujuan utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dari sekolompok obyek (populasi). Survei dengan cakupan seluruh populasi (obyek) disebut sensus. Sedangkan survei yang mempelajari sebagian populasi dinamakan sampel survei. Untuk kepentingan pendidikan, survei biasanya mengungkap permasalahan yang berkenaan dengan berapa banyak siswa yang mendaftar dan diterima di suatu sekolah? Berapa jumlah siswa rata-rata dalam satu kelas? Berapa banyak guru yang telah memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan? Pertanyaan-pertanyaan kuantitatif seperti itu diperlukan sebagai dasar perencanaan dan pemecahan masalah pendidikan di sekolah. Pada tahap selanjutnya dapat pula dilakukan perbadingan atau analsis hubungan antara variabel tersebut.
D. Studi Korelasional
Seperti halnya survei, metode deskriptif lain yang sering digunakan dalam pendidikan adalah studi korelasi. Studi ini mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variable berhubungan dengan variasi dalam variabel lain. Derajat hubungan variable-variabel dinyatakan dalam satu indeks yang dinamakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi dapat digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel atau untuk menyatakan besar-kecilnya hubungan antara kedua variabel.
Studi korelasi bertujuan menguji hipotesis, dilakukan dengan cara mengukur sejumlah variabel dan menghitung koefisien korelasi antara variabel-variabel tersebut, agar dapat ditentukan variabel-variabel mana yang berkorelasi. Misalnya peneliti ingin mengetahui variabel-variabel mana yang sekiranya berhubungan dengan kompetensi profesional kepala sekolah.
Semua variabel yang ada kaitannya (misal latar belakang pendidikan, supervisi akademik, dll) diukur, lalu dihitung koefisien korelasinya untuk mengetahui variabel mana yang paling kuat hubungannya dengan kemampuan manajerial kepala sekolah.
E. Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen dapat didefinisikan sebagai metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat. Penelitian eksperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam metode eksperimen, peneliti harus melakukan tiga persyaratan yaitu kegiatan mengontrol, kegiatan memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian eksperimen, peneliti membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi 2 kelompok yaitu kelompok treatment yang mendapatkan perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan.
F. Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktek yang dilakukan sendiri. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman mengenai praktek tersebut dan situasi di mana praktek tersebut dilaksanakan. Terdapat dua esensi penelitian tindakan yaitu perbaikan dan keterlibatan. Hal ini mengarahkan tujuan penelitian tindakan ke dalam tiga area yaitu: (1) Untuk memperbaiki praktek; (2) Untuk pengembangan profesional dalam arti meningkatkan pemahaman/kemampuan para praktisi terhadap praktek yang dilaksanakannya; (3) Untuk memperbaiki keadaan atau situasi di mana praktek tersebut dilaksanakan.
G. Metode Penelitian dan Pengembangan (R&D)
Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah strategi atau metode penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktek. Yang dimaksud dengan Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah rangkaian proses atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada agar dapat dipertanggung jawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, sistem manajemen, dan lain-lain.
Demikianlah beberapa metode penelitian dalam pendidikan, sumber utama dari penulisan metode penelitian ini yaitu dari Surya Dharma, MPA., Ph.D, (2008) Pendekatan, Jenis, Dan Metode Penelitian Pendidikan : Jakarta

SUMBER : http://belajarpsikologi.com/pendekatan-jenis-dan-metode-penelitian-pendidikan/

Selasa, 21 Mei 2013

Tupoksi

Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi) adalah sasaran utama atau pekerjaan yang dibebankan kepada organisasi untuk dicapai dan dilakukan. Sebagian pihak menyebutnya sebagai tugas dan fungsi saja dan menyingkatnya menjadi tusi.
Tupoksi merupakan satu kesatuan yang saling terkait antara tugas pokok dan fungsi. Dalam peraturan perundang-undangan tentang organisasi dan tata kerja suatu kementerian negara/lembaga sering disebutkan bahwa suatu organisasi menyelenggarakan fungsi-fungsi dalam rangka melaksanakan sebuah tugas pokok. Sebagai contoh, lihat Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan.
Dalam setiap organisasi pemerintahan, tugas pokok dan fungsi merupakan bagian tidak terpisahkan dari keberadaan organisasi tersebut. Penetapan tugas pokok dan fungsi atas suatu unit organisasi menjadi landasan hukum unit organisdasi tersebut dalam beraktifitas sekaligus sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan tugas dan koordinasi pada tataran aplikasi di lapangan. 

SUMBER : http://www.wikiapbn.org/wiki/index.php?title=Tugas_Pokok_dan_Fungsi

Konsep dan Jenis Variabel

KONSEP dan JENIS VARIABEL (VARIABEL INDEPENDEN, VARIABEL DEPENDEN, VARIABEL MODERATOR, VARIABEL INTERVENING dan VARIABEL KONTROL)


Variabel adalah konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai (Moh. Nazir). Dengan demikian, variabel adalah merupakan objek yang berbentuk apa saja yang ditentukan oleh peneliti dengan tujuan untuk memperoleh informasi agar bisa ditarik suatu kesimpulan. 
Secara teori, definisi variabel penelitian adalah merupakan suatu objek, atau sifat, atau atribut atau nilai dari orang, atau kegiatan yang mempunyai bermacam-macam variasi antara satu dengan lainnya yang ditetapkan oleh peneliti dengan tujuan untuk dipelajari dan ditarik kesimpulan. Setelah kita membicarakan beberapa pengertian dasar tentang variabel, berikut ini kita akan membicarakan beberapa macam variabel ditinjau dari aspek hubungan antar variabel yang digunakan untuk penelitian. 
Partama adalah variabel dependen (terikat). Variabel ini merupakan variabel terikat yang besarannya tergantung dari besaran variabel independen (bebas). Besarnya perubahan yang disebabkan oleh variabel independen ini, akan memberi peluang terhadap perubahan variabel dependen (terikat) sebesar koefisien (besaran) perubahan dalam variabel independen. Artinya, setiap terjadi perubahan sekian kali satuan variabel independen, diharapkan akan menyebakan variabel dependen berubah sekian satuan juga. Sebaliknya jika terjadi perubahan (penurunan) variabel indepnden (bebas) sekian satuan, diharapkan akan menyebabkan perubahan (penurunan) variabel dependen sebesar sekian satuan juga. Hubungan antar variabel, yakni variabel independen dan dependen, biasanya ditulis dapal bentuk persamaan, Y = a + bX. Misalnya bentuk eprsamaan linear Y = 3 + 2X. Y adalah pengguaan Pupuk dalam satua Kwintal, dan Y adalah hasil produksi padi dalam satuan Ton. Bila terjadi perubahan X sebesar 1 ((satu) satuan (kwintal), diharapkan akan terjadi perubahan Y sebesar 2 (dua) satuan Ton.

Variabel Moderator

Analisis hubungan yang menggunakan minimal dua variabel, yakni satu variabel dependen dan satu atau beberapa variabel independen, adakalanya dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak dimasukkan dalam model staistik yang kita gunakan. Dalam analisis statistik ada yang dikenal dengan variabel moderator. Variabel moderator ini adalah variabel yang selain bisa memperkuat hubungan antar variabel, dilain pihak juga bisa memperlemah hubungan antara satu atau beberapavariabel independen dan variabel dependen. Misalnya pelatihan yang diikuti karyawan sebuah perusahaan dengan tujuan untuk meningkatkan ketrampilan menyelesaikan tugas-tugas administrasi. Seluruh karyawan yang mengikuti pelatihan tersebut memiliki jenjang pendidikan yang sama. Tetapi setelah selesai mengikuti pelatihan dan dilakukan uji ketrampilan, ternyata kemampuan karyawan yang berasal dari sekolah kejuruan, memiliki ketrampilan yang lebih baik dibandingkan dengan karyawan yang berasal dari Sekolah Unum. Perbedaan ketrampilan karyawan yang berasal dari sekolah Kejuruan, dibendingkan dengan Ketrampilan Kerja disebabkan oleh adanya perbedaan kemampuan menyerap materi yang disampaikan ketika melaksanakan pelatihan. Kondisi ini bisa saja terjadi karena ada variabel moderator yang bisa menyebabkan karyawan yang berasal dari Sekolah Umum memiliki motivasi yang lebih rendah untuk mengikuti pelatihan jika dibandingkan dengan Karyawan yang berasal dari sekolah Kejuruan. Dalam contoh di atas pelatihan adalah variabel independen, prestasi kerja adalah variabel dependen, dan motivasi untuk mengikuti pelatihan adalah variabel moderator. Atau dengan kata lain, variabel moderator memiliki kontribusi yang signifikan terhadap kemampuan variabel independen dalam mempengaruhi variabel dependen.

Variabel Intervening.

Variabel yang bisa memperkuat atau memperlemah hubungan antar variabel (variabel moderator), secara teori merupakan satuan yang bisa diukur. Akan tetapi variabel yang yang nilainya secara satuan relatif tidak dapat diukur secara pasti, misalnya sedih, gembira, sakit hati, stress, frustasi dan sebagainya, merupakan variabel intervening. Contoh: meningkatnya hasil produksi padi dalam suatu lahan sawah yang diukur dengan satuan penggunaan biaya pupuk tinggi, biaya pembelian bibit padi tinggi, dan pengairan yang baik, tetap tidak mengalami peningkatan hasil produksi padi secara signifikan. Kemudian setelah diteliti secara seksama, ternyata sebagian besar lahan sawah sedang terserang hama.

Variabel Kontrol.

Variabel yang sering digunakan oleh penelitian, selain variabel moderator dan variabel intervening adalah variabel kontrol. Variabel ini (kontrol), kualitas dan kuantitasnya biasanya bisa dikendalikan oleh peneliti sesuai dengan waktu dan tempat yang dikehendaki. Misalnya saja produktivutas lahan sawah yang diukur dengan satuan penggunaan bibit, peneliti menggunakan variabel kontrol dalam bentuk kualitas dan kuantitas pupuk yang sama. Akan tetapi kualitas dan kuantitas bibitnya berbeda. Kualitas dan kuantitas bibit padi sebagai variabel bebas, yang diukur dalam satuan kg., sedangkan produktivitas lahan sawah merupakan variabel terikat yang diukur dalam satuan ton, sedangkan kualitas dan kuantitas pupuk dalam jumlah sama digunakan sebagai variabel kontrol.
 
SUMBER : http://skripsimahasiswa.blogspot.com/2009/11/konsep-dan-jenis-variabel-variabel.html

Kamis, 09 Mei 2013

Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)



Peranan Dewan Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan )

1.    Pengertian Corporate Governance (Tata Kelola Perusahaan)

Hingga saat ini masih ditemui definisi yang bermacam-macam tentang Corporate Governance. Namun demikian umumnya mempunyai maksud dan pengertian yang sama. FCGI dalam publikasi yang pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: "seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan." Disamping itu FCGI juga menjelaskan, bahwa tujuan dari Corporate Governance adalah "untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)." Secara lebih rinci, terminologi Corporate Governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan dan perilaku dari Dewan Direksi, Dewan komisaris, pengurus (pengelola) perusahaan, dan para pemegang saham.

Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and development), ada empat unsur penting dalam Corporate Covernance, yaitu:
1.                  Fairness (Keadilan). Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor.
2.         Transparency (Transparansi). Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan.
3.         Accountability (Akuntabilitas). Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam Two Tiers System).
4.         Responsibility (Pertanggungjawaban). Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial.(OECD Business Sector Advisory Group on Corporate Governance, 1998) Prinsip-prinsip Corporate Governance dari OECD menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1. Hak-hak para Pemegang Saham;
2. Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham;
3. Peranan semua pihak yang berkepentingan (stekeholders) dalam Corporate Governance;
4. Transparansi dan Penjelasan;
5. Peranan Dewan Komisaris.
Walaupun banyak pendapat tentang definisi dan tujuan Corporate Governance, namun demikian ada prinsip dasar yang berlaku universal. Sebagai gambaran, untuk berhasil di pasar yang bersaing, suatu perusahaan harus mempunyai pengelola perusahaan yang inovatif, yang bersedia untuk mengambil risiko yang wajar, dan yang senantiasa mengembangkan strategi baru untuk mengantisipasi situasi yang berubah-ubah.
Hal ini menuntut manajemen sebagai pengurus perusahaan mempunyai ruang gerak untuk bertindak bebas dan didorong untuk bertindak untuk kepentingan investor atau penanam modal. Contoh, baru-baru ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) memberikan sanksi kepada tiga perusahaan yang terdaftar di Bursa. Salah satu diantaranya terbukti melaksanakan transaksi pinjaman senilai Rp. 10 milyar kepada 64% pemegang sahamnya tanpa persetujuan dari pemegang saham lainnya. Hal ini dianggap melanggar ketentuan BAPEPAM mengenai benturan kepentingan.(Bisnis Indonesia, "Bapepam kenakan sanksi kepada 3 emiten dan 4 sekuritas". www.bisnis.com)
Karenanya ketentuan-ketentuan dan prosedur diperlukan untuk menjaga kepentingan penanam modal di mana termasuk di dalamnya: "pengelolaan pengawasan yang independen, transparansi atas kinerja perusahaan,kepemilikan, dan pengendalian; dan partisipasi dalam keputusan yang fundamental oleh para pemegang saham - dengan perkataan lain harus dipatuhinya 'Corporate Governance'." (Egon Zehnder International, 2000: p. 12-13)

2. Dewan Komisaris di Indonesia: Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT 1995), Code of Conduct, dan peraturan-peraturan khusus tertentu lainnya.

Dewan Komisaris dalam One Tier System (Anglo Saxon) dan dalam Two Tiers System (Kontinental Eropa).
Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa. Sistem Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One Tier System. Di sini perusahaan hanya mempunyai satu Dewan Direksi yang pada umumnya merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif) dan Direktur Independen yang bekerja dangan prinsip paruh waktu (Non Direktur Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini diangkat karena kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan One Tier System misalnya Amerika Serikat dan Inggris.

Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System. Di sini perusahaan mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan Manajemen (Dewan Direksi). Yang disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi, mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris. Dalam sistem ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti oleh badan pengawas (Dewan Komisaris). Dewan Direksi juga harus memberikan informasi kepada Dewan Komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris  terutama bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.
Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Negara-negara dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman, Belanda, dan Jepang. Karena sistem hukum Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda, maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two Tiers System untuk struktur dewan dalam perusahaan.
Meskipun demikian dalam sistem hukum dewasa ini terdapat pula perbedaan-perbedaan yang cukup penting termasuk di dalamnya adalah hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam keadaan yang umum tidak termasuk kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan direksi.

 

 Peranan Dewan Komisaris dalam Suatu Perusahaan.
Dewan Komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate Governance. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris - merupakan inti dari Corporate Governance - yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan, mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan. Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya saing perusahaan - sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi manajemen - maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan perusahaan. (Egon Zehnder International, 2000 hal.12-13) Lebih lanjut tugas-tugas utama Dewan Komisaris meliputi:
1. Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja, kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset
2.Menilai sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota Dewan Direksi yang transparan dan adil;
3. Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen, anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan;
4. Memonitor pelaksanaan Governance, dan mengadakan perubahan di mana perlu;
5. Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.(OECD Principles of Corporate Governance)

Persyaratan untuk Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang yang Berlaku di Indonesia
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT, Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Lebih lanjut Pasal 98 UUPT menegaskan, bahwa Komisaris wajib dengan itikad baik dan penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Disamping itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan tidak pernah dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum pengangkatannya sebagai anggota Dewan Komisaris.
Mengenai kepemilikan saham anggota Dewan Komisaris, UUPT menetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris wajib melaporkan kepada perusahaan tentang kepemilikan sahamnya dan atau anggota keluarganya pada perusahaan tersebut atau perusahaan lain. Komisaris sebuah perusahaan diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mereka diangkat untuk suatu periode tertentu, dan apabila dimungkinkan, mereka bisa diangkat kembali. Dalam Anggaran Dasar diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian anggota Dewan Komisaris, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan tersebut. Akhirnya, UUPT menetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan atau diberhentikan sementara oleh RUPS.

 Bagaimana dalam prakteknya?
Aktifnya peranan Dewan Komisaris dalam praktek sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang bersangkutan. Dalam beberapa kasus memang ada baiknya Dewan Komisaris memainkan peranan yang relatif pasif, namun di Indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris bahkan sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar terhadap Dewan Direksi. Dewan Komisaris seringkali dianggap tidak memiliki manfaat. Hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan Komisaris tidak memiliki kemampuan, dan tidak dapat menunjukkan independensinya (sehingga, dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk mewakili kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang saham mayoritas). Persoalan independensi juga muncul dalam hal penggajian Dewan Komisaris didasarkan pada persentase gaji Dewan Direksi. Kepemilikan saham yang terpusat dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab lemahnya posisi Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi anggota Dewan Komisaris diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga atau kenalan dekat. Di Indonesia, mantan pejabat pemerintahan ataupun yang masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris suatu perusahaan dengan tujuan agar mempunyai akses ke instansi pemerintah yang bersangkutan. Dalam hal ini integritas dan kemampuan Dewan Komisaris seringkali menjadi kurang penting. Pada gilirannya independensi Dewan Komisaris menjadi sangat diragukan karena hubungan khususnya dengan pemegang saham mayoritas ataupun hubungannya dengan Dewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan Komisaris. (Herwidayatmo, 2000: hal. 6-7)

3. Apa itu Komisaris Independen?
Proposal FCGI tentang Komisaris Independen
Seharusnya ada definisi yang jelas tentang komisaris "ekstern" atau komisaris "independen". Dalam hubungan ini, FCGI mengusulkan agar dipergunakan definisi yang diterima dalam lingkup internasional yaitu Komisaris "ekstern"atau "independen". Kriteria Komisaris Independen diambil oleh FCGI dari kriteria otoritas bursa efek Australia tentang Outside Directors. Kriteria untuk Outside Directors dalam One Tier System tersebut telah diterjemahkan menjadi kriteria untuk Komisaris Independen dalam position paper FCGI kepada NCCG. Kriteria tentang Komisaris Independen tersebut adalah sebagai berikut: 1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;
2. Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;
3. Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu;
4. Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;
5. Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung dengan pemasok atau pelanggan tersebut;
6. Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;
7. Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan. (Forum for Corporate Governance in Indonesia: 2000; p. 6)

Terminologi mendasar mengenai Independensi
Independensi Profesional adalah suatu bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena berhubungan dengan integritas seseorang. Melaksanakan "fit and proper test" terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan tertentu di perusahaan merupakan salah satu usaha mengetahui independensi profesional. Akan tetapi, integritas independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakininya dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang terlihat (in appearance).
1.      (The Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG): 2000, p. 6)
Lebih lanjut, dalam menyelenggarakan suatu "fit and proper test", pemberian kesempatan yang sama (equal opportunity) terhadap setiap orang untuk menempati suatu jabatan akan menuju kepada seleksi calon-calon yang lebih memenuhi syarat dan adil.

Komisaris Independen menurut Peraturan Bursa Efek Jakarta
Keberadaan Komisaris Independen telah diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000. Dikemukakan bahwa perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai Komisaris Independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam peraturan ini, persyaratan jumlah minimal Komisaris Independen adalah 30% dari seluruh anggota Dewan Komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang Komisaris Independen adalah sebagai berikut:
1. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders) Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
2. Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
3. Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
4. Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal;
5. Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders) dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

4. Dewan Komisaris dan Komite-komite
Telah diketahui secara umum bahwa untuk dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks Dewan Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Adanya komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Governance) oleh manajemen. Komite-komite yang pada umumnya dibentuk adalah Komite Kompensasi/Remunerasi untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite Audit. Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional disarankan bahwa anggota komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris Independen. Walaupun komite-komite tersebut belum merupakan hal yang umum terdapat di berbagai bagian dunia, namun kecendurangan akan menyebar sejalan dengan perkembangan perusahaan, serta masalah yang lebih kompleks dan yang lebih luas. Dewan Komisaris harus mempertimbangkan untuk mengangkat seorang komisaris dan menetapkan suatu kebijakan tentang pergantian ketua komite-komite tersebut. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa setiap komisaris mendapat kesempatan untuk ikut serta sesuai dengan caranya dan masing-masing untuk memperoleh pandangan-pandangan baru. Dalam Corporate Governance terdapat tiga komite yang memiliki peranan penting, yaitu:
a. Komite Kompensasi/Remunerasi (Compensation/Remuneration Committee)
Membuat rekomendasi terhadap keputusan-keputusan yang menyangkut remunerasi/kompensasi untuk Dewan Direksi dan kebijakan- kebijakan kompensasi lainnya, termasuk hubungan antara prestasi perusahaan dengan kompensasi bagi eksekutif perusahaan dalam hal ini CEO.
b. Komite Nominasi (Nomination/Governance Committee)
Mengawasi proses pencalonan komisaris dan direksi, menyeleksi para kandidat yang akan dicalonkan, dan mengusulkan kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur tentang struktur dewan dan proses nominasinya.



c. Komite Audit (Audit Committee)
Memberikan suatu pandangan tentang masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan internal serta auditor independen.(Egon Zehnder International, 2000: p. 21)

5. Komite Remunerasi
Komite remunerasi atau di Amerika Serikat disebut compensation committee, bertugas untuk menentukan besaran kompensasi atau gaji dan bonus bagi direksi dan komisaris. Agar dapat bekerja secara efektif dan objektif, maka komite ini harus hanya beranggotakan direktur independen. Selain itu, komite ini harus mempekerjakan penasihat/advisor dari pihak eksternal yang langsung melapor kepada komite kompensasi. Penasihat ini digaji langsung oleh komite remunerasi untuk menjaga objektivitas dan independeninya dari pihak manajemen.
Untuk memastikan efektvitas komite remunerasi, Council of Institutional Investor (CII) merekomendasikan beberapa prinsip. Prinsip tersebut terkait dengan struktur, tanggung jawab dan proksi pengungkapan. Struktur komite remunerasi harus terdiri dari komisaris independen untuk menjaga objektivitas dan independensinya. Dalam hal pengungkapan, komite remunerasi harus mengungkapkan seluruh aspek dalam kompensasi manajemen secara menyeluruh dan wajar dalam bahasa yang mudah dipahami agar pemegang saham dapat memahami bagaimana dan berapa banyak manajemen digaji.
Secara umum tanggung jawab komite remunerasi adalah menentukan besaran gaji atau kompensasi yang diterima direksi maupun komisaris. Tanggung jawab komite remunerasi yang lebih rinci diuraikan oleh CII sebagai berikut:
a.       Mengembangkan, menyetujui, memantau, dan mengungkapkan gaji eksekutif perusahaan, mempertimbangkan berbagai komponen pembayaran, bauran dari kas dan penghargaan ekuitas, dan hubungan eksekutif untuk membayar kompensasi karyawan lain.
b.      Mengawasi semua aspek kompensasi eksekutif bagi para eksekutif  puncak, untuk memastikan adil, tidak diskriminatif, bermanfaat, dan memandang ke depan.
c.       Pelaksana pembayaran untuk kinerja kompensasi eksekutif didorong terutama oleh kinerja dan penghargaan atas kinerja yang superior.
d.      Meninjau kinerja individu setiap tahunnya dalam kelompok pengawasan (komisaris) dan menyetujui bonus mereka, pesangon, penghargaan berbasis ekuitas, kematian/kecelakaan, pensiun, pemecatan dengan atau tanpa sebab, perubahan kontrol, dan pengunduran diri.
e.       Dengan asumsi akuntabilitas untuk operasi komite, termasuk menghadiri semua pertemuan pemegang saham tahunan dan khusus, yang tersedia untuk merespon langsung ke pertanyaan mengenai kompensasi eksekutif, melaporkan kegiatannya kepada direksi independen dari dewan perusahaan, dan mempersiapkan dan bertanggung jawab atas laporan komite kompensasi termasuk dalam bahan proksi tahunan.
f.       Bertanggung jawab untuk mempekerjakan, mempertahankan, dan memecat ahli independen termasuk penasihat hukum, penasihat keuangan, dan konsultan sumber daya manusia saat negosiasi kontrak dengan para eksekutif.

Peran komite remunerasi sangat penting dalam tata kelola perusahaan. Aturan SEC mewajibkan perusahaan publik untuk menjelaskan proses dan prosedur komite remunerasi. Perusahaan harus menjelaskan ruang lingkup dan kewenangan komite remunerasi, sifat dan tingkat kewenagan yang didelegasikan komite remunerasi kepada pihak lain, serta berbagai aspek di mana konsultan dan komite bekerja sama untuk merekomendasikan besaran kompensasi direksi dan komisaris. Apabila perusahaan mempekerjakan akuntan, maka harus diungkapkan nama masing-masing konsultan, keterlibatan dengan komite nominasi dan sifat, dan ruang lingkup tugas konsultan.
Untuk memenuhi tugasnya, komite remunerasi harus menyusun prosedur kebijakan pembayaran dan penghargaan atas kinerja manajemen yang unggul. Terdapat 10 aspek utama dalam laporan komite remunerasi:
1.      Komposisi komite remunerasi, termasuk jumlah anggota, nama anggota, kualifikasi anggota, dan independensi anggota.
2.      Tujuan dan pelaksanaan program kompensasi direktur dan eksekutif, termasuk kebijakan “say on pay” dari pemegang saham.
3.      Kebijakan dan prosedur komite remunerasi.
4.      Rincian kompensasi direksi individu dan pegawai lain, termasuk gaji, bonus, saham, dan opsi saham.
5.      Persetujuan oleh pemegang saham atas rencana kompensasi berbasis saham dan biaya rencana tersebut.
6.      Kebijakan dan praktik akuntansi untuk pengakuan atau pengungkapan biaya yang terkait dengan kompensasi berbasis saham.
7.      Sarana menghubungi dewan komisaris perusahaan, terutama anggota komite remunerasi.
8.      Informasi yang relevan tentang konsultan kompensasi independen.
9.      Kebijakan perusahaan dalam menarik kembali bonus eksekutif yang disebabkan oleh laporan keuangan yang menyesatkan yang kemudian disajikan kembali.
10.  Prosedur untuk persetujuan rencana opsi saham karyawan dan eksekutif kunci, baik oleh pemegang saham atau dewan perwakilan komisaris, administrasi rencana tersebut dan penentuan tanggal hibah mereka oleh komite remunerasi.

Terdapat 12 faktor penentu komite remunerasi yang efektif:
1.      Semua perusahaan publik harus memiliki komite remunerasi dewan komisaris mereka, yang secara langsung bertanggung jawab untuk menentukan tingkat dan struktur rencana kompensasi yang sesuai untuk eksekutif utama perusahaan Komite juga dapat mempertimbangkan kompensasi bagi komisaris perusahaan.
2.      Komite remunerasi harus terdiri hanya dari direktur independen yang tidak berafiliasi dengan dan tidak menerima kompensasi apapun selain fee pertemuan dewan komisaris dan yang terkait dengan komite.
3.      Komite remunerasi harus memiliki sebuah piagam yang menyatakan peran, tanggung jawab, dan fungsi komite. Piagam tersebut harus disetujui oleh dewan komisaris dan seluruh sepenuhnya diungkapkan kepada pemegang saham.
4.      Komite remunerasi harus memiliki wewenang dan sumber daya anggaran untuk menyewa ahli, penasihat, dan konsultan yang dianggap diperlukan untuk merancang dan menerapkan pengaturan kompensasi eksekutif. Manajemen tidak harus mengontrol sumber daya anggaran perusahaan, dan konsultan yang sama tidak harus disewa oleh manajemen.
5.      Komite remunerasi harus mengembangkan kompensasi berbass kinerja untuk eksekutif perusahaan, menetapkan kompensasi eksekutif rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, mengevaluasi kinerja eksekutif, dan merevisi rencana kompensasi yang diperlukan untuk memberikan insentif bagi kinerja eksekutif tinggi.
6.      Komite remunerasi harus memastikan pengungkapan kompensasi eksekutif yang cukup dan sesuai dengan persyaratan pengungkapan SEC.
7.      Komite remunerasi harus memastikan bahwa eksekutif mengembalikan kompensasi mereka apabila terjadi penyajian kembali hasil keuangan perusahaan.
8.      Komite menetapkan kebijakan kompensasi harus memberikan bauran yang tepat dari bonus gaji dan kompensasi insentif jangka panjang, termasuk pengaturan pesangon dan pensiun, yang sepenuhnya diungkapkan kepada dan disetujui oleh para pemegang saham.
9.      Komite harus menetapkan metrik kompensasi berbasis kinerja berdasarkan tolok ukur kinerja yang tepat seperti nilai tambah ekonomi (EVA), nilai tambah pemegang saham (SVA), return on equity (ROE), return on assets (ROA), sisa pendapatan (RI), pendapatan, dan uang tunai pertumbuhan arus (EKG).
10.  Komite remunerasi harus mendorong kepemilikan saham eksekutif dan mempromosikan kesetaraan berbasis kompensasi (opsi saham, saham terbatas).
11.  Komite remunerasi harus memiliki sebuah piagam yang menyatakan kebijakan, prosedur, komposisi, otoritas, sumber daya, dan tanggung jawab serta persyaratan untuk memproduksi laporan tahunan tentang kompensasi eksekutif untuk dimasukkan dalam proksi pernyataan perusahaan.
12.  Komite remunerasi harus memberikan kompensasi dan pengungkapan analisis dan meminta untuk dimasukkan dalam laporan tahunan perusahaan.


6. Komite Nominasi
Komite Nominasi
Komite nominasi bertugas untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menominasikan direktur baru pada dewan, dan juga memfasilitasi pemilihan direksi baru oleh pemegang saham. Komite dapat menggunakan dukungan staf yang diberikan oleh CEO dalam mengidentifikasi dan merekrut anggota baru dewan direksi perusahaan. Sebuah komite nominasi yang efektif secara substansial dapat mengurangi peran tradisional dimainkan oleh direktur utama dalam memilih komisaris baru yang tidak mungkin independen dari manajemen. Sedangkan di Indonesia  menurut Pedoman Umum GCG (KNKG) tahun 2006 menyatakan bahwa komite nominasi dan remunerasi bertugas membantu dewan komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota dewan komisaris dan direksi serta sistem remunerasinya.

Menurut Sarbanes-Oxley Act (SOX), komite nominasi bertanggung jawab untuk:
1.      Meninjau kinerja komisaris saat ini.
2.      Menilai kebutuhan untuk komisaris baru.
3.      Mengidentifikasi dan mengevaluasi keterampilan, latar belakang, keragaman (jenis kelamin, latar belakang etnis, dan pengalaman), dan pengetahuan calon komisaris.
4.      Memiliki proses nominasi kandidat yang memenuhi syarat objektif.
5.      Membantu dalam pemilihan komisaris baru yang berkualitas.
6.      Menetapkan kebijakan tata kelola perusahaan (misalnya, kebijakan suara mayoritas).
7.      Berkomunikasi dengan pemegang saham mengenai calon dewan dan pemegang saham lainnya kekhawatiran dan masalah.
8.      Menentukan apakah seluruh dewan komisaris memenuhi persyaratan independensi yang ditetapkan oleh standar pencatatan dalam hal sebagian besar direktur (setidaknya dua pertiga) yang independen.
     
Menurut KNKG di Indonesia, komite nominasi dan remunerasi bertanggung jawab membantu dewan komisaris mempersiapkan calon anggota dewan komisaris dan direksi dan mengusulkan besaran remunerasinya. Dewan komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan anggaran dasar.
            Komite nominasi harus memimpin proses penilaian direktur dan pemilihan. Isu-isu berikut harus dipertimbangkan dalam proses evaluasi termasuk (tetapi tidak terbatas pada hal-hal berikut):
ü  Jenis kelamin dan keragaman etnis dalam menciptakan keseimbangan yang tepat untuk memungkinkan komisaris untuk menghadapi tantangan bisnis saat ini dan masa depan dan mencerminkan basis pelanggan perusahaan sebagai keunggulan kompetitif.
ü  Pengalaman diperlukan untuk secara efektif mengoperasikan komite dewan.
ü  Keahlian yang dibutuhkan di masa depan. Sebagai contoh, jika perusahaan mengharapkan masa depan merger dan akuisisi, memiliki komisaris dengan pengetahuan dan latar belakang dalam model penilaian akan sangat membantu. Tantangan bagi perusahaan di masa depan terkait manajemen risiko perusahaan dan tanggung jawab sosial dan lingkungan juga memerlukan pertimbangan direksi berpengetahuan di daerah tersebut.
ü  Kebijakan dua termin keanggotaan dewan komisaris bagi komisaris non-eksekutif untuk menjaga independensinya.
ü  Kombinasi yang tepat atas kualifikasi komisaris dan karakteristik perilaku.

Setelah komite nominasi menyeleksi beberapa kandidat komisaris, kandidat-kandidat tersebut harus diseleksi lebih lanjut berdasarkan latar belakang, pengetahuan, keahlian, keragaman, nilai-nilai etika, dan karakter kandidat yang bersangkutan. Kandidat yang lolos itu kemudian harus memperoleh persetujuan seluruh komisaris sebelum diajukan dalam pemilihan oleh pemegang saham. Komite nominasi juga harus melakukan wawancara untuk memastikan bahwa kandidat yang dipilih tidak hanya memiliki kualitas yang baik, tetapi juga memiliki waktu dan perhatian untuk menjadi anggota dewan komisaris yang efektif dan kandidat tersebut tidak menjabat terlalu banyak di dewan lain. Apabila kandidat tersebut telah terpilih dalam RUPS, maka ia akan menjabat selama masa jabatannya kecuali dipecat atau dipaksa mengundurkan diri, sesuatu yang jarang terjadi.
Pada masa lalu, tidak terdapat batasan masa jabatan dewan komisaris. Dengan demikian, komisaris incumbent akan selalu terpilih kembali kecuali dipecat atau pensiun, suatu hal yang jarang terjadi. Namun, pada saat ini, telah diberikan saran untuk memastikan bahwa kandidat incumbent memadai untuk dipilih kembali:
v  Menetapkan usia pensiun wajib bagi semua komisaris independen, komisaris interal dan incumbent. Saat ini tidak ada hukum, standar pencatatan, atau persyaratan eksternal lainnya mandat usia pensiun standar untuk direksi. Dengan demikian, perusahaan publik, dalam mengikuti praktek tata kelola perusahaan terbaik (misalnya, pernyataan kebijakan CII), harus memutuskan usia pensiun terbaik bagi komisaris mereka (mungkin di kisaran 70 sampai 75 tahun).
v  Gunakan evaluasi tahunan dewan sebagai sarana untuk menilai kualifikasi, pengetahuan, kepercayaan, dan perubahan dalam status komisaris yang ada dan kelayakan mereka untuk dinominasikan untuk pemilihan kembali.
v  Gunakan batas maksimal untuk pemilihan kembali komisaris incumbent.
v  Perlu sertifikasi tahunan dari komisaris untuk mengungkapkan setiap perubahan keadaan kerja utama mereka, potensi konflik kepentingan, dan keterlibatan dalam tindakan ilegal atau perilaku tidak etis yang dapat memalukan bagi perusahaan.
v  Memberikan insentif dan kesempatan bagi direksi untuk mengundurkan diri dari dewan sebelum pencalonan kembali dan dipilih kembali dalam keadaan ketika mereka tidak efektif, telah terlibat dalam perilaku tidak etis atau tindakan ilegal, atau terkait dengan konflik kepentingan.
v  Mendorong pemegang saham, investor institusional khususnya, untuk memasukkan nominator dewan mereka pada surat suara resmi perusahaan.
v  Mendorong pendidikan tahunan melanjutkan direktur untuk memastikan bahwa pengetahuan mengenai corporate governance dan finansial tetap diperbarui.

7. Komite Audit
Salah satu dari komite-komite yang telah disebutkan di atas yaitu Komite Audit memiliki tugas terpisah dalam membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan secara menyeluruh. Sebagai contoh, Komite Audit memiliki wewenang untuk melaksanakan dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah  di dalam cakupan tanggung jawabnya. The Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap. IIA juga menganjurkan dibentuknya Komite Audit di dalam organisasi lainnya, termasuk lembaga-lembaga non-profit dan pemerintahan. Komite Audit agar beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu Dewan Komisaris dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem pelaporan keuangan (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and the Audit Committee: Working Together Towards Common Goals).
Pada umumnya, Komite Audit mempunyai tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu;
a. Laporan Keuangan (Financial Reporting);
b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance); dan
c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control).

a. Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Tanggung jawab Komite Audit di bidang laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal-hal sebagai berikut:
1. Kondisi keuangan;
2. Hasil Usahanya;
3. Rencana dan komitmen jangka panjang.
Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
1. Merekomendasikan auditor eksternal;
2. Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu:
_ Surat penunjukkan auditor.
_ Perkiraan biaya audit.
_ Jadwal kunjungan auditor.
_ Koordinasi dengan internal audit.
_ Pengawasan terhadap hasil audit.
_ Menilai pelaksanaan pekerjaan auditor.
3. Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;
4. Meneliti Laporan Keuangan (Financial Statement), yang meliputi:
_ Laporan Paruh Tahun (Interim Financial Statements).
_ Laporan Tahunan (Annual Financial Statements).
_ Opini Auditor dan Management Letters.
Khusus tentang penilaian atas kebijakan akuntansi dan keputusan suatu kebijaksanaan, dapat dilakukan secara efektif dengan memperoleh suatu rangkuman yang singkat tentang semua kebijakan akuntansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam bidang akuntansi.

b. Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggungjawab Komite Audit dalam bidang Corporate Governance adalah untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undangundang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang ini adalah:
1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan;
2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya;
3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan, perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan;
4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan Corporate Governance dan temuan-temuan penting lainnya.

c. Pengawasan Perusahaan (Corporate Control )
Tanggungjawab Komite Audit untuk pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas sistem pengawasan intern. Disamping itu, definisi baru tentang audit intern memperkuat tanggung jawab Komite Audit dalam hal Corporate Control karena dalam definisi tersebut dinyatakan, bahwa audit intern merupakan kegiatan yang mandiri dalam memberikan kepastian (assurance), serta konsultasi untuk memberikan nilai tambah untuk memperbaiki kegiatan suatu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan secara sistematik dan disiplin dalam menilai dan memperbaiki efektifitas manajemen risiko, pengawasan dan proses Governance. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)

d. Keanggotaan
Lebih lanjut, kriteria dan catatan lainnya tentang Komite Audit adalah:
_ Paling sedikit satu anggota Komite Audit harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang keuangan dan akuntansi;
_ Ketua Komite Audit harus hadir pada RUPS untuk menjawab pertanyaan para Pemegang Saham;
_ Komite Audit harus mengundang eksekutif yang menurut mereka tepat (terutama pejabat di bidang keuangan) untuk hadir pada rapat-rapat komite, akan tetapi apabila dipandang perlu dapat mengadakan rapat tanpa kehadiran seorangpun eksekutif perusahaan. Di luar itu Direktur Keuangan dan Kepala Satuan Kerja Audit Intern dan, seorang wakil dari auditor eksternal harus hadir sebagai peserta pada rapat-rapat Komite Audit;
_ Sekretaris Perusahaan harus bertindak sebagai sekretaris Komite Audit;
_ Wewenang Komite Audit harus meliputi:
Menyelidiki semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.
Mencari informasi yang relevan dari setiap karyawan.
Mengusahakan saran hukum dan saran profesional lainnya yang independen apabila dipandang perlu.
Mengundang kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap perlu.(Pratip Kar, 2000)

8. Audit Committee Charter
Suatu dokumen yang mengatur tentang tugas, tanggung jawab, dan wewenang serta struktur Komite Audit yang dituangkan secara tertulis dan disahkan oleh Dewan Komisaris akan merupakan suatu dokumen (charter) yang menjamin terciptanya dengan baik kondisi pengawasan suatu perusahaan, disamping perlu adanya suatu wacana dari pimpinan perusahaan akan pentingnya pengawasan (tone at the top). Peran Komite Audit adalah untuk mengawasi dan memberi masukan kepada Dewan Komisaris dalam hal terciptanya mekanisme pengawasan. Tetapi dalam kenyataannya banyak anggota Komite Audit yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam masalah pengawasan intern, dan bahkan tidak sedikit yang kurang mempunyai latar belakang akuntansi dan keuangan yang memadai. Oleh karena itu, anggota Komite Audit perlu mempunyai suatu pedoman tentang tanggung jawab dan wewenang dalam melaksanakan tugasnya dalam bentuk Audit Committee Charter tersebut. Tanggungjawab Komite Audit minimal yang menyangkut proses penyusunan laporan keuangan  dan pelaporan lainnya, pengawasan intern, serta dipatuhinya ketentuan tentang undang-undang dan peraturan serta etika bisnis. Dokumen itu juga harus menyatakan, bahwa Komite Audit akan mengadakan rapat secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus bila diperlukan. Selanjutnya wewenang, tanggungjawab dan struktur Komite Audit harus ditetapkan dalam peraturan perusahaan.
Berpedoman pada ketentuan the Institute of Internal Auditor mengenai Audit Committee Charter yang harus dinyatakan dengan jelas adalah yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
_ Tanggungjawab utama untuk laporan keuangan dan lainnya, pengawasan intern dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan, peraturan dan etika bisnis dalam perusahaan tetap berada di tangan manajemen eksekutif;
_ Pimpinan puncak badan eksekutif, mempunyai tanggungjawab menyeluruh dalam bidang-bidang tersebut di atas, dan Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya.
Komite Audit harus mempunyai akses pada sumber informasi, termasuk dokumen dan personalia, dan mempunyai fasilitas yang memadai untuk melaksanakan seluruh tanggungjawabnya tersebut;
_ Diperlukan adanya penilaian yang tidak berpihak dan objektif tentang manajemen perusahaan;
_ Pimpinan puncak badan eksekutif dan Dewan Direksi harus mendukung Komite Audit, yang bekerja secara mandiri dan bebas dari pengaruh manajemen maupun pengaruh lainnya yang merupakan kelemahan perusahaan;
_ Komite Audit dan auditor internal harus memelihara suatu tingkat kemandirian profesional dalam menilai pelaksanaan tanggungjawab manajemennya. Akan tetapi, ini tidak berarti, bahwa suatu peran yang harus berlawanan dengan manajemen, karena pada dasarnya auditor internal dan manajemen harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk peningkatan efisiensi;
_ Untuk memastikan kemandirian fungsi audit intern dan yang memastikan bahwa temuan audit telah ditindaklanjuti secara wajar, Komite Audit harus meningkatkan dan memperbaiki kerja sama yang saling menguntungkan dengan auditor internal, dan manajemen eksekutif. (The Institute of Internal Auditors, The Audit Committee in the Public Sector)

9. Struktur Komite Audit
Komite Audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang memiliki pengalaman untuk melasanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang diajukan oleh Komite Audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan.
Jumlah anggota Komite Audit disesuaikan besar-kecilnya dengan organisasi dan tanggung jawab. Namun biasanya tiga sampai lima anggota merupakan jumlah yang cukup ideal. Komite Audit biasanya perlu untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem pelaporan keuangan. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)

      10. KOMITE LAIN
Dewan komisaris dapat membentuk komite khusus lain untuk membantu tugas dean komisaris terkat dengan kejadian-kejadian khusus. Proses pembentukan komite khusus ini sangat penting. Komite ini harus memiliki tugas yang jelas, melaksanakan pekerjaannya dengan penuh tanggung jawab, dan tidak memiliki kepentingan. Berikut adalah beberapa pedoman dalam pembentukan komite-komite khusus:
a.       Anggota komite tersebut harus diseleksi secara hati-hati, untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan.
b.      Jumlah kompensasi/gaji yang diberikan harus dipertimbangkan dengan seksama agar tidak memicu masalah lain.
c.       Tugas yang diberikan harus jelas dan tertulis.
d.      Apabila anggota komite tersebut bertindak sebagai pihak yang memiliki kepentingan atas perusahaan, maka anggota tersebut tidak boleh memanfaatkan sumber daya perusahaan.
e.       Komite tersebut harus bekerja dengan informasi yang memadai.

Komite Governance/Strategik
Komite governance/strategik bertugas menyusun agenda bagi dewan komisaris untuk menentukan isu-isu apa dan sejauh mana harus didiskusikan dengan manajemen. Dewan komisaris tidak memiliki informasi yang memadai, untuk itu komite governance bekerja sama dengan direktur utama perusahaan menyususn agenda rapat yang disetujui kedua belah pihak. Bekerja sama dengan manajemen, komite governance setiap tahun harus mengidentifikasi prioritas-prioritas perusahaan termasuk arah strategi perusahaan, aktivitas pendanaan, peluang investasi, rencana suksesi dan pertumbuhan berkelanjutan. Prioritas-prioritas ini kemudian disusun dalam agenda rapat dewan komisaris. Pada intinya, komite governance harus:
1.      Mengendalikan agenda dan pelaksanaan rapat
2.      Mengevaluasi agenda yang lalu dan lamanya rapat untuk memastikan bahwa setiap isu didiskusikan dalam waktu yang memadai.
3.      Merevisi agenda apabila diperlukan dan mengatur prioritas dalam rapat.
Indonesia juga memiliki komite khusus terkait dengan governance, yaitu Komite Kebijakan Corporate Governance. Namun, berbeda dengan komitegovernance yang dibahas sebelumnya, komite ini bertanggung jawab untuk membantu dewan komisaris mengkaji pelaksanaan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang terkait dengan etika perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).

Komite Komisaris Independen Eksternal
Apabila direktur utama perusahaan (CEO) juga bertindak sebagai ketua dewan komisaris, maka harus dibentuk komite dewan komisaris yang independen dan berasal dari pihak eksternal untuk menjaga independensi dewan komisaris dari pengaruh manajemen dan CEO. Komite ini terdiri dari komisaris non-eksekutif dan harus terlibat dalam fungsi pengawasan.

Komite Eksekutif
Komite eksekutif bertugas mengevaluasi dan menyetujui keputusan, rencana, dan tindakan manajerial atas nama seluruh anggota dewan komisaris. Tugas ini dijalankan apabila sulit untuk mempertemukan seluruh anggota dewan komisaris untuk membahas isu penting dengan waktu terbatas. Komite eksekutif dapat dibentuk atas pimpinan setiap komite untuk mengorganisasikan aktivitas mereka dan menyusun agenda untuk seluruh dewan komisaris.

Komite Pengungkapan
Komite Pengungkapan dibentuk untuk membantu pihak eksekutif mematuhi aturan SOX Seksi 302 mengenai pengendalian internal dan pelaporan keuangan. Komite pengungkapan terdiri atas pihak-pihak yang memahami pemenuhan kebutuhan periodik perusahaan, praktik pengungkapan bisnis dan hukum, serta prosedur dan pengendalian pengungkapan. Pihak-pihak yang harus dilibatkan dalam komite ini adalah general counsel, chief accounting officer, controller, risk management officer, outside legal counsel, dan hubungan investor.

Komite Teknologi Informasi
Komite ini merupakan komite yang khusus untuk mengelola dan mengawasi hal-hal terkait dengan teknologi informasi. Komite ini bertugas mengawasi proyek dan fungsi IT sebagaimana mengevaluasi peluang strategis dan teknologi masa depan.

Komite Kebijakan Risiko
KNKG Indonesia menyarankan perusahaan untuk membuat komite kebijakan risiko apabila dirasa membutuhkan. Komite kebijakan risiko bertugas membantu dewan komisaris dalam mengkaji sistem manajemen risiko yang disusun oleh direksi serta menilai toleransi risiko yang dapat diambil oleh perusahaan.

III. KESIMPULAN
Kepatuhan terhadap reformasi aturan corporate governance, kompleksitas bisnis, globalisasi dan perkembangan teknologi mendorong dewan komisaris untuk membentuk komite-komite penunjang untuk mendapatkan kinerja terbaik dengan keahlian, pengalaman dan usaha maksimal setiap komisaris. Di Indonesia, setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia wajib membentuk Komite Audit dan dapat membentuk komite-komite lain sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pada akhirnya, karena corporate governance telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kepemimpinan perusahaan public yang etis, maka kebutuhan akan pemahaman mengenai komite penunjang dewan komisaris dan tugas-tugasnya menjadi semakin penting. Komite-komite tersebut umumnya dibentuk untuk membantu dewan komisaris perusahaan untuk memenuhi tugas fiduciary-nya secara efektif, baik sebagai pelindung kepentingan investor maupun sebagai pengawas dan penasihan dewan direksi.

Kesimpulan
Good Corporate Governance atau Tata Kelola Perusahaan yang Baik membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat dipertanggungjawabkan diantara elemen dalam perusahaan (Dewan Komisaris, Dewan Direksi, dan para pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja
perusahaan. Hal tersebut menuntut adanya pertanggungjawaban manajemen kepada Dewan Komisaris dan adanya pertanggungjawaban Dewan Komisaris kepada para Pemegang Saham. Dalam paradigma ini, Dewan Komisaris berada pada posisi untuk memastikan bahwa manajemen telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai strategi yang telah ditetapkan serta menjaga kepentingan para pemegang saham
- yaitu untuk meningkatkan nilai ekonomis perusahaan. Terlebih lagi, Dewan Komisaris memegang peranan penting dalam mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa para manajer  benar-benar meningkatkan kinerja perusahaan sebagai bagian daripada pencapaian tujuan perusahaan. Yang terpenting dalam hal ini adalah kemandirian komisaris dalam pengertian bahwa Dewan Komisaris:
_ Memiliki kemampuan untuk membahas permasalahan tanpa campur tangan manajemen;
_ Dilengkapi dengan informasi yang memadai untuk mengambil keputusan; dan
_ Berpartisipasi secara aktif dalam penetapan agenda dan strategi.
Hal ini menuntut adanya individu-individu dengan kualitas yang luar biasa baik, memiliki latar belakang yang beragam, berbekal keahlian utama dan pemahaman yang serius tentang perusahaan dan bisnis.
Mengingat bahwa akhir-akhir ini Corporate Governance merupakan salah satu topik pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud) maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang dilakukan oleh para eksekutif manajemen, maka hal ini menimbulkan suatu tanda tanya tentang kecukupan (adequacy) Corporate Governance. Demikian pula halnya tentang kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan perusahaan dipertanyakan. Oleh karena itu adalah suatu hal yang wajar dan penting bagi semua pihak yang terkait dengan proses penyusunan laporan keuangan untuk mengupayakan mengurangi bahkan menghilangkan krisis kepercayaan (credibility gap) dengan mengkaji kembali peranan masing-masing dalam proses penyusunan tersebut. Dalam hal ini Komite Audit mempunyai peran yang sangat penting dan strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai serta dilaksanakannya Good Corporate Governance. (Improving Audit Committee Performance: What Works Best - A Research Report prepared by PricewaterhouseCoopers, the Institute of Internal Auditors Research Foundation)
Akhirnya, suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam, dan yang terpenting - independen yang mengikuti proses-proses efektif yang ditempuh oleh Dewan Komisaris dan komite-komite yang berkaitan adalah yang paling baik untuk ditempatkan dalam memastikan bahwa aset-aset perusahaan telah dialokasikan untuk pemanfaatannya secara produktif.

SUMBER : DARI BERBAGAI ARTIKEL