STRUKTUR
MODAL
Pengertian Modal
Suatu perusahaan
dalam menjalankan usahanya sejalan dengan perkembangan yang dialami selalu
membutuhkan modal yang digunakan untuk membiayai dalam kegiatan operasional
perusahaan itu sehari-hari, baik untuk melakukan investasi maupun untuk
keperluan yang lainnya. Besar kecilnya modal yang dibutuhkan oleh suatu
perusahaan tergantung dari besar kecilnya biaya akan dikeluarkan oleh
perusahaan itu sendiri.
Menurut Ridwan S.
dan Inge Barlian (2002:240) bahwa pengertian modal adalah:
“Modal,
menunjukan dana jangka panjang pada suatu perusahaan yang meliputi semua bagian
di sisi kanan neraca perusahaan, kecuali hutang lancar”.
Menurut
Bambang Riyanto (2001:17) orientasi dari pengertian modal adalah:
“Physical-oriented.
Dalam hubungan ini dapat dikemukakan pengertian modal yang klasik, di mana
artian modal modal adalah sebagai hasil
produksi yang digunakan untuk memproduksi lebih lanjut”.
Adapun yang menjadi
sumber-sumber dari modal itu sendiri, yaitu:
1.
Ditinjau
dari asalnya, terdiri dari sumber internal dan sumber eksternal.
2.
Ditinjau
dari cara terjadinya, terdiri dari tabungan, kredit oleh bank, intensifikasi
penggunaan uang.
Selain itu juga yang ada merupakan jenis-jenis dari modal, antara lain:
a. Modal Asing/Hutang Jangka Panjang (Long-Term Debt)
Modal asing/hutang jangka panjang adalah hutang yang
jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari sepuluh tahun. Hutang jangka
panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan
(ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk
keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Utang jangka panjang ini pada
umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau
modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut
meliputi jumlah yang besar. Jenis atau bentuk-bentuk utama dari utang jangka
panjang ini antara lain:
1) Hutang Hipotik (Mortgage)
Hutang hipotik adalah bentuk hutang jangka panjang yang
dijamin dengan aktiva tidak bergerak (tanah dan bangunan) kecuali kapal dengan
bunga, jangka waktu dan cara pembayaran tertentu.
2) Obligasi
Obligasi adalah sertifikat yang menunjukan pengakuan
bahwa perusahaan meminjam uang dan menyetujui untuk membayarnya kembali dalam
jangka waktu tertentu. Pelunasan atau pembayaran kembali pinjaman obligasi
dapat diambil dari penyusutan aktiva tetap yang dibelanjai dengan pinjaman
obligasi tersebut dan dari keuntungan. Jenis-jenis obligasi antara lain adalah
(Riyanto:2008):
a). Obligasi biasa (Bonds)
Obligasi biasa adalah obligasi yang bunganya tetap
dibayar oleh debitur dalam waktu-waktu tertentu, dengan tidak memandang apakah
debitur memperoleh keuntungan atau tidak. Biasanya kupon (bunga obligasi)
dibayar dua kali setiap tahunnya.
b). Obligasi pendapatan (income
bonds)
Income bonds adalah jenis obligasi dimana
pembayaran bunga hanya
dilakukan pada waktu debitur atau perusahaan yang mengeluarkan surat obligasi tersebut
mendapat keuntungan. Tetapi di sini kreditur memiliki hak kumulatif, artinya
apabila pada suatu tahun perusahaan menderita kerugian sehingga tidak
dibayarkan bunga, dan apabila ditahun kemudiannya perusahaan mendapat
keuntungan, maka kreditur berhak untuk menuntut bunga dari tahun yang tidak
dibayar itu.
c). Obligasi yang dapat ditukarkan
(convertible bonds)
Convertible bonds adalah obligasi yang memberikan
kesempatan kepada pemegang surat
obligasi tersebut untuk menukarkannya dengan saham dari perusahaan yang bersangkutan.
Dengan demikian, maka jenis obligasi ini memungkinkan pemegangnya untuk
mengubah statusnya, yaitu dari kreditur menjadi pemilik.
Modal asing/hutang jangka panjang di lain pihak,
merupakan sumber dana bagi perusahaan yang harus dibayar kembali dalam jangka
waktu tertentu. Semakin lama jangka waktu dan semakin ringannya syarat–syarat
pembayaran kembali hutang tersebut akan mempermudah dan memperluas bagi
perusahaan untuk memberdayagunakan sumber dana yang berasal dari modal
asing/hutang jangka panjang tersebut. Meskipun demikian, hutang tetap harus
dibayar kembali pada waktu yang sudah ditetapkan tanpa memperhatikan kondisi
finansial perusahaan pada saat itu dan harus sudah disertai dengan bunga yang
sudah diperhitungakan sebelumnya. Dengan demikian, seandainya perusahaan tidak
mampu membayar kembali hutang dan bunganya, maka kreditur dapat memaksa
perusahaan dengan menjual asset yang dijadikan jaminannya.
Oleh karena itu, kegagalan untuk membayar kembali hutang atau bunganya akan
mengakibatkan para pemilik perusahaan kehilangan kontrol terhadap perusahaannya
seperti halnya terhadap sebagian atau keseluruhan modalnya yang ditanamkan
dalam perusahaan. Begitu pula sebaliknya, para krediturpun dapat kehilangan
kontrol terhadap sebagian atau seluruhnya dana/pinjaman dan bunganya. Karena
segala macam bentuk yang ditanamkan di dalam perusahaan selalu dihadapkan pada
risiko kerugian.
Struktur modal pada dasarnya merupakan suatu pembiayaan
permanen yang terdiri dari modal sendiri dan modal asing, dimana modal sendiri
terdiri dari berbagai jenis saham dan laba ditahan. Penggunaan modal asing akan
menimbulkan beban yang tetap dan besarnya penggunaan modal asing ini menentukan
besarnyaleverage keuangan yang digunakan perusahaan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin besar
proporsi modal asing/hutang jangka panjang dalam struktur modal perusahaan,
akan semakin besar pula risiko kemungkinan terjadinya ketidakmampuan untuk
membayar kembali hutang jangka panjang beserta bunganya pada tanggal jatuh
temponya. Bagi kreditur hal ini berarti bahwa kemungkinan turut serta dana yang
mereka tanamkan di dalam perusahaan untuk dipertaruhkan pada kerugian juga
semakin besar.
b. Modal Sendiri (Shareholder
Equity)
Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik
perusahaan dan yang tertanam dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu
lamanya(Riyanto:2001). Modal sendiri berasal dari sumber intern maupun
sumberextern. Sumber intern di dapat dari keuntungan
yang dihasilkan peerusahaan, sedangkan sumber extern berasal dari
modal yang berasal dari pemilik perusahaan. Modal sendiri juga dapat
didefinisikan sebagai dana yang “dipinjam” dalam jangka waktu tak terbatas dari
para pemegang saham. Komponen modal sendiri terdiri dari :
1) Modal Saham
Sumber modal sendiri dapat berasal dari dalam perusahaan
maupun luar perusahaan. Sumber dari dalam (internal financing) berasal
dari hasil operasi perusahaan yang berbentuk laba ditahan dan penyusutan.
Sedangkan sumber dari luar (external financing) dapat dalam bentuk saham
biasa atau saham preferen (Husnan:2000).Saham adalah tanda bukti pengambilan
bagian atau peserta dalam suatu Perseroan Terbatas (P.T), dimana modal saham
terdiri dari :
a) Saham Biasa (Common Stock)
Saham biasa adalah bentuk komponen modal jangka panjang
yang ditanamkan oleh investor, dimana pemilik saham ini, dengan memiliki saham
ini berarti ia membeli prospek dan siap menanggung segala risiko sebesar dana
yang ditanamkan.
b) Saham Preferen (Preferred
Stock)
Saham preferen bentuk komponen modal jangka panjang yang
merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan hutang jangka panjang.
c) Saham Preferen Kumulatif (Cummulative Prefered
Stock)
Jenis saham ini pada dasarnya adalah sama dengan saham
preferen. Perbedaannya hanya terletak pada adanya hak kumulatif pada saham
preferen kumulatif. Dengan demikian pemegang saham kumulatif apabila tidak
menerima deviden selama beberapa waktu karena besarnya laba tidak mengizinkan
atau karena adanya kerugian, pemegang saham jenis ini di kemudian hari apabila
perusahaan mendapatkan keuntungan berhak untuk menuntut dividen-dividen yang
tidak dibayarkan diwaktu-waktu yang lampau.
2). Cadangan
Menurut Riyanto (2008) cadangan dimaksudkan sebagai
cadangan yang dibentuk dari keuntungan yang dibentuk oleh perusahaan selama
beberapa waktu yang lampau atau dari tahun yang berjalan (reserve that
aresurplus). Tidak semua cadangan termasuk dalam pengertian modal sendiri.
Cadangan yang termasuk dalam modal sendiri antara lain:
a). Cadangan Ekspansi
b). Cadangan modal kerja
c). Cadangan selisih kurs
d). Cadangan untuk menampung hal-hal atau kejadian-kejadian yang tidak
diduga sebelumnya.
3) Laba Ditahan
Laba ditahan adalah sisa laba dari keuntungan yang tidak
dibayarkan sebagai deviden. Komponen modal sendiri ini merupakan modal dalam
perusahaan yang dipertaruhkan untuk segala risiko, baik risiko usaha maupun
risiko kerugian–kerugian lainnya. Modal sendiri ini tidak memerlukan adanya
jaminan atau keharusan untuk pembayaran kembali dalam setiap keadaan maupun
tidak adanya kepastian tentang jangka waktu pembayaran kembali modal yang
disetor. Oleh karena itu, tiap–tiap perusahaan harus mempunyai sejumlah minimum
modal yang diperlukan untuk menjamin kelangsungan hidup perusahaan.
Pengertian Struktur Modal
Menurut J. Fred Weston dan Thomas E
Copeland (1996) mengatakan bahwa struktur modal adalah pembiayaan permanen yang
terdiri dari utang jangka panjang, saham preferen, dan modal pemegang saham.
Menurut Frank J Fabozzi and Pamela
Peterson (2000), capital structure is the combination of debt and equity used to finance a firm’s projects. The capital structure of a
firm is some mix of debt, internally generated equity, and new equity.
Menurut Keown et.al (2000),
struktur modal adalah paduan atau kombinasi sumber dana jangka panjang yang
digunakan oleh perusahaan.
Menurut Farah Margaretha (2004),
struktur modal menggambarkan pembiayaan permanen perusahaan yang terdiri atas
utang jangka panjang dan modal sendiri.
Menurut Robert C Higgins
(2004), capital structure is the composition of the liabilities side of
a company’s balance sheet, the mix of funding sources a company uses to finance
its operations.
Menurut Handono Mardiyanto (2009),
struktur modal didefinisikan sebagai komposisi dan proposi utang jangka panjang
dan ekuitas (saham preferen dan saham biasa) yang ditetapkan perusahaan.
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali
(2010), struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan
belanja perusahaan dimana dana yang diperoleh menggunakan kombinasi atau paduan
sumber yang berasal dari dana jangka panjang yang terdiri dari dua sumber utama
yakni yang berasal dari dalam dan luar perusahaan.
Menurut Husnan Suad (2004) struktur
modal adalah perimbangan atau perbandingan antara modal asing dengan modal
sendiri.
Menurut Sabar Warsini (2003)
struktur modal merupakan sumber pendanaan jangka panjang terdiri dari obligasi
dan saham.
Struktur modal merupakan proporsi
atau perbandingan dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan,
apakah dengan cara menggunakan utang, ekuitas, atau dengan menerbitkan saham
(Birgham dan Gapensi : 1996) dalam penelitian Tinjung Desy Nursanti (2004).
Menurut Bambang Riyanto
(2001) dalam penelitian Hasa Nurrohim (2008), struktur modal adalah
pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara
utang jangka panjang dengan modal sendiri.
Struktur modal menunjukkan proposi
atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya, sehingga dengan mengetahui
struktur modal, investor dapat mengetahui keseimbangan antara risiko dan
tingkat pengembalian investasinya.
Jadi, berdasarkan beberapa
referensi tersebut penulis dapat menyimpulkan bahwa struktur modal adalah
proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber
pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal,
dengan demikian struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi utang jangka
pendek. Sedangkan pengertian struktur keuangan menurut Farah Margaretha (2004)
menggambarkan susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang
jangka pendek, utang jangka panjang, dan modal sendiri.
Utang jangka pendek tidak
diperhitungkan dalam struktur modal karena utang jenis ini umumnya bersifat
spontan (berubah sesuai dengan perubahan tingkat penjualan) sementara itu utang
jangka panjang bersifat tetap selama jangka waktu yang relatif panjang (lebih
dari satu tahun) sehingga keberadaannya perlu lebih dipikirkan oleh para
manajer keuangan. Itulah alasan utama mengapa struktur modal hanya terdiri dari
utang jangka panjang dan ekuitas. Karena alasan itu pulalah biaya modal hanya
mempertimbangkan sumber dana jangka panjang (Handono Mardiyanto, 2009).
Kebutuhan dana yang berasal dari
dalam atau sering disebut modal sendiri adalah modal yang berasal dari
perusahaan itu sendiri seperti cadangan laba yang berasal dari pemilik seperti
modal saham. Modal inilah yang menjadi tanggungan terhadap keseluruhan resiko
perusahaan dan dijadikan jaminan bagi kreditor. Sedangkan dana yang berasal
dari luar adalah modal yang berasal dari kreditur (panyandang dana), modal
inilah yang merupakan utang bagi perusahaan yang bersangkutan (Bambang Riyanto,
1980).
Tujuan dari manajemen struktur
modal atau capital structuremanagement adalah menggabungkan
sumber – sumber dana yang digunakan perusahaan untuk membiayai operasi. Dengan
kata lain, tujuan ini dapat dilihat sebagai pencarian gabungan dana yang akan
meminimumkan biaya modal dan dapat memaksimalkan harga saham.Struktur modal yang demikian, dapat
kita sebut sebagai struktur modal yang optimal (Ahmad Rodoni dan Herni Ali, 2010).
Konsep penting manajemen modal
adalah masalah sumber dana dan penggunaan dana. Dana dapat dipenuhi dari sumber
intern ataupun sumber ekstern perusahaan. Dana tersebut dialokasikan untuk membelanjai aktiva
perusahaan. Pada hakekatnya, pemenuhan dan pengalokasian dana menyangkut
masalah keseimbangan finansial dalam perusahaan, yaitu mengadakan keseimbangan
finansial antara aktiva dengan pasiva tersebut dengan sebaik – baiknya.
Keseimbangan finansial dapai dicapai, apabila perusahaan tersebut selama menjalankan
fungsinya tidak menghadapi gangguan – gangguan finansial yang disebabkan tidak
adanya keseimbangan antara jumlah modal yang tersedia dengan modal yang
dibutuhkan.
Menurut Bambang Riyanto (2001) di dalam
penelitian Elyana Noor Andriyanti (2007) ada dua pedoman structure
financial yaitu pedomanstructure financial vertical dan
pedoman structure financial horizontal. Pedoman structure
financial vertical memberikan batas rasio yang harusdipertahankan oleh suatu perusahaan
mengenai besarnya modal pinjaman atau hutang dengan besarnya jumlah modal
sendiri. Berdasarkan anggapan bahwa pembelanjaan yang sehat itu awalnya harus
dibangun atas dasar modal sendiri, maka pedoman structure
financial tersebut menetapkan bahwa besarnya jumlah modal pinjaman
atau hutang dalam suatu perusahaan dalam keadaan bagaimanapun tidak boleh
melebihi besarnya jumlah modal sendiri. Dengan demikian angka perbandingan
antara jumlah hutang dengan jumlah modal sendiri tidak boleh lebih dari 100%.
Adapun structure financial horizontalmemberikan batas
rasio antara besarnya jumlah modal sendiri dengan besarnya jumlah aktiva tetap
ditambah persediaan bersih. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa
dana yang terkait dalam aktiva tetap ditambah persediaan bersih akan tetap
tertanam di dalam perusahaan, sehingga sifat kebutuhan dananya adalah
permanen. Sumber dana yang permanen atau sumber dana yang akan tetap tertanam
dalam perusahaan adalah modal sendiri.
Kebijakan Struktur Modal
Kombinasi pemilihan struktur modal
yang optimal (Sundjaya dan Barlian ,2002) merupakan hal penting yang harus
diperhatikan oleh perusahaan karena kombinasi pemilihan struktur modal tersebut
akan mempengaruhi juga tingkat biaya modal (cost of capital) yang dikeluarkan
oleh perusahaan. Tingkat biaya modal adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh
perusahaan untuk mendapatkan dana guna membiayai investasinya. Apabila suatu
perusahaan bermaksud untuk melakukan kombinasi atas struktur modal yang ada
maka tingkat biaya modal dari struktur modal tersebut dihitung dengan
menggunakan tingkat biaya rata-rata tertimbang (weighted average cost of
capital), yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Tingkat biaya rata-rata tertimbang hanya dapat dicapai
apabila perusahaan telah menentukan struktur modalnya yang optimal. Struktur
yang optimal suatu perusahaan harus berada pada keseimbangan antara risiko dan
pengembalian yang memaksimumkan harga saham (Brigham dan Houston ,2001:5-6).
Menurut Dr.
Dermawan Sjahrial, M.M. (2008:179), teori struktur modal di bagi dua bagian:
1. Teori struktur modal tradisional
yang terdiri dari:
a. Pendekatan laba bersih (net income approach)
Pendekatan laba bersih mangasumsikan bahwa investor
mengkapitalisasi atau menilai laba perusahaan dengan tingkat kapitalisasi yang
konstan dan perusahaan dapat meningkatkan jumlah hutangnya dengan tingkat biaya
hutang yang konstan pula. Karena tingkat kapitalisasi dan tingkat biaya hutang
konstan maka semakin besar jumlah hutang yang digunakan perusahaan, biaya modal
rata-rata tertimbang semakin kecil sebagai akibat penggunaan hutang yang
semakin besar, nilai perusahaan akan meningkat.
b. Pendekatan laba operasi (net operating income
approach)
Pendekatan ini melihat bahwa biaya modal rata-rata
tertimbang konstan berapapun tingkat hutang yang digunakan oleh perusahaan.
Pertama, diasumsikan bahwa biaya hutang konstan seperti halnya dalam pendekatan
laba bersih. Kedua, penggunaan hutang yang semakin besar oleh pemilik modal
sendiri dilihat sebagai peningkatan risiko perusahaan. Oleh karena itu tingkat
keuntungan yang diisyaratkan oleh pemilik modal sendiri akan meningkat sebagai
akibat meningkatnya risiko perusahaan. Konsekwensinya biaya modal rata-rata
tertimbang tidak mengalami perubahan dan keputusan struktur modal menjadi tidak
penting.
c. Pendekatan tradisional (traditional approach)
Pendekatan ini mengasumsikan bahwa hingga leverage
tertentu, risiko perusahaan tidak mengalami perubahan. Sehingga baik tingkat
bunga hutang maupun tingkat kapitalisasi relatif konstan. Namun demikian
setelah leverage atau rasio hutang tertentu, biaya hutang dan biaya modal
sendiri meningkat. Peningkatan biaya modal sendiri ini akan semakin besar dan
bahkan akan lebih besar daripada penurunan biaya karena penggunaan hutang yang
lebih murah. Akibatnya biaya modal rata-rata tertimbang pada awalnya menurun
dan setelah leverage tertentu akan meningkat.
Ketiga pendekatan struktur modal tradisional ini pada
mulanya dikembangkan oleh David Durand pada tahun 1952.
2. Teori struktur modal modern yang
terdiri dari:
a. Model Modigliani-Miller (MM) tanpa pajak
Pada tahun 1958 mereka mengajukan suatu teori yang
ilmiah tentang struktur modal perusahaan. Teori mereka menggunakan beberapa
asumsi:
1) Risiko bisnis perusahaan diukur dengan σ EBIT
(Standard Deviation Earning Before Interest and Taxes)
2) Investor memiliki pengharapan yang sama tentang EBIT
perusahaan di masa mendatang.
3) Saham dan obligasi diperjual belikan di suatu pasar
modal yang sempurna.
4) Seluruh aliran kas adalah perpetuitas
(sama jumlahnya setiap periode hingga waktu tak terhingga). Dengan kata lain,
pertumbuhan perusahaan adalah nol atau EBIT selalu sama.
b. Model Modigliani-Miller (MM) dengan pajak
Pada tahun 1963, MM menerbitkan artikel sebagai lanjutan
teori MM tahun 1958.Asumsi yang diubah adalah adanya pajak terhadap penghasilan
perusahaan. Dengan adanya pajak ini, MM menyimpulkan bahwa penggunaan hutang
akan meningkatkan nilai perusahaan karena biaya bunga hutang adalah biaya yang
mengurangi pembayaran pajak.
c. Model Miller
Tahun 1976, Miller menyajikan suatu teori struktur modal
yang juga meliputi pajak untuk pengasilan pribadi. Pajak pribadi ini adalah
pajak penghasilan dari saham dan pajak pengasilan dari obligasi.
d. Financial distress dan agency costs
Financial distress adalah kondisi dimana perusahaan
mengalami kesulitan keuangan dan terancam bangkrut. Jika perusahaan mengalami
kebangkrutan, maka akan timbul biaya kebangkrutan yang disebabkan oleh:
keterpaksaan menjual aktiva dibawah harga pasar, biaya likuidasi perusahaan,
rusaknya aktiva tetap dimakan waktu sebelum terjual, dan sebagainya.
Agency costs atau biaya keagenan adalah biaya yang
timbul karena perusahaan menggunakan hutang dan melibatkan hubungan antara pemilik
perusahaan (pemegang saham) dan kreditor. Biaya keagenan ini muncul dari
problem keagenan. Jika perusahaan menggunakan utang, ada kemungkinan pemilik
perusahaan melakukan tindakan yang merugikan kreditor.
e. Model trade off
Semakin besar penggunaan hutang, semakin besar
keuntungan dari penggunaan hutang, tetapi PV biaya financial distress dan PV
agency costs juga meningkat, bahkan lebih besar. Kesimpulannya adalah:
penggunaan hutang akan meningkatkan nilai perusahaan tetapi hanya sampai
kondisi tertentu.
f. Teori informasi tidak simetris
Awal dekade 1950-an, Gordon Donaldson dari Harvard University mengajukan teori tentang
informasi asimetris. Asymmetric information adalah kondisi dimana suatu pihak
memiliki informasi yang lebih banyak dari pihak lain. Karena asymmetric
information, manajemen perusahaan tahu lebih banyak tentang perusahaan
dibanding investor di pasar modal.
Terlepas dari pendekatan mana yang akan diambil untuk
menentukan struktur modal yang optimal, para manajer keuangan perlu mempertimbangkan
beberapa faktor penting sebagai berikut (Dr. Dermawan Sjahrial,
M.M.,2008:204-205):
1. Tingkat penjualan, perusahaan dengan penjualan yang
relatif stabil berarti memiliki aliran kas yang relatif stabil pula, maka dapat
menggunakan hutang lebih besar daripada perusahaan dengan penjualan yang tidak
stabil.
2. Struktur aktiva, perusahaan yang memiliki aktiva
tetap dalam jumlah besar dapat menggunakan hutang dalam jumlah besar hal ini
disebabkan karena dari skalanya dibandingkan dengan perusahaan kecil. Kemudian
besarnya aktiva tetap dapat digunakan sebagai jaminan atau kolateral hutang
perusahaan.
3. Tingkat pertumbuhan perusahaan, semakin cepat
pertumbuhan perusahaan, maka semakin besar kebutuhan dana untuk pembiayaan
ekspansi. Semakin besar kebutuhan untuk pembiayaan mendatang, maka semakin
besar keinginan perusahaan untuk menahan laba.
4. Kemampuan menghasilkan laba periode sebelumnya
merupakan faktor penting dalam menentukan struktur modal.
5. Variabilitas laba dan perlindungan pajak, perusahaan
dengan variabilitas laba yang kecil akan memiliki kemampuan yang lebih besar
untuk menanggung beban tetap yang berasal dari hutang.
6. Skala perusahaan, perusahaan besar yang sudah mapan
akan lebih mudah memperoleh modal di pasar modal dibanding dengan perusahaan
kecil.
7. Kondisi intern perusahaan dan ekonomi makro,
perusahaan perlu melihat saat yang tepat untuk menjual saham dan obligasi.
Menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000:240) struktur
modal yang optimal dapat diartikan sebagai struktur modal yang dapat
meminimalkan biaya penggunaan modal keseluruhan atau biaya modal rata-rata,
sehingga akan memaksimalkan nilai perusahaan.
Penetapan
Struktur Modal
Struktur modal adalah bauran
pendanaan permanen jangka panjang perusahaan yang diwakili oleh hutang, saham
preferen dan ekuitas saham biasa. Keputusan pendanaan perusahaan menyangkut
keputusan tentang bentuk dan komposisi pendanaan yang akan dipergunakan oleh
perusahaan. Secara umum, dana dapat diperoleh dari luar perusahaan (ekternal
financing) maupun dari dalam perusahaan (internal financing). Keputusan tentang
eksternal financing sering disebut sebagai keputusan pendanaan. Sedangkan
internal financing menyangkut kebijakan deviden.
a. Keputusan Pendanaan
Sifat keputusan pendanaan :
- Seberapa besar hutang dan saham yang dijual.
- Kapan membayar dividen.
- Kapan menjual hutang dan saham.
b. Faktor- faktor yang mempengaruhi struktur modal
Struktur modal dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti :
- Resiko bisnis
- Posisi pajak
- Tingkat bunga
- Besarnya jumlah modal yang dibutuhkan
- Besarnya suatu perusahaan
c. Keputusan Pendanaan dan Net Persent Value
Sewaktu kita membicarakan keputusan investasi, kesimpulan yang kita peroleh adalah bahwa keputusan
investasi yang memberikan NPV positif akan meningkatkan nilai
perusahaan atau kemakmuran pemilik perusahaan. Dengan demikian, maka
tujuan yang sama yaitu memperoleh NPV yang positif juga bisa dipergunakan
dalam mengambil keputusan pendanaan. Perbedaannya adalah bahwa relatif
jauh lebih sulit untuk memperoleh NPV positif dari keputusan pendanaan
dibandingkan dengan keputusan investasi.
Suatu perusahaan dalam membuat
struktur modal harus melihat dari beberapa hal, antara lain :
• Sebagian besar perusahaan memiliki
Debt-Asset Ratios yang rendah.
• Perubahan pada financial leverage
mempengaruhi nilai perusahaan :
- Harga saham meningkat seiring dengan peningkatan
leverage dan sebaliknya.
- Interpretasi lain adalah bahwa perusahaan memberikan
sinyal berita bagus ketika hutangnya meningkat.
FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI STRUKTUR MODAL
3.1. Struktur Aktiva
(Tangibility)
Kebanyakan perusahaan industri yang sebagian besar modalnya tertanam dalam
aktiva tetap , akan mengutamakan pemenuhan modalnya dari modal yang permanent
yaitu modal sendiri, sedangkan hutang bersifat pelengkap. Perusahaan yang
semakin besar aktivanya terdiri dari aktiva lancar akan cenderung mengutamakan
pemenuhan kebutuhan dana dengan utang. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh
struktur aktiva terhadap struktur modal suatu perusahaan
3.2. Growth Opportunity
Yaitu kesempatan perusahaan untuk melakukan investasi pada hal-hal yang
menguntungkan. Teori Agency menggambarkan hubungan yang negative antara Growth
Opprtunity dan leverage. Perusahaan dengan tingkat leverage yang tinggi
cenderung akan melewatkan kesempatan dalam berinvestasi pada kesempatan
investasi yang menguntungkan.
3.3. Ukuran Perusahaan (Firm
Size)
Perusahaan besar cenderung akan
melakukan diversifikasi usaha lebih banyak dari pada perusahaan kecil. Oleh
karena itu kemungkinan kegagalan dalam menjalankan usaha atau kebangkrutan
akan lebih kecil. Ukuran perusahaan sering dijadikan indicator bagi
kemungkinan terjadinya kebangkrutan bagi suatu perusahaan, dimana perusahaan
dalam ukuran lebih besar dipandang lebih mampu menghadapi krisis dalam
menjalankan usahanya.
3.4. Profitabiltas
Teori Pecking Order mengatakan
bahwa perusahaan lebih menyukaiinternal funding. Perusahaan dengan frofitalitas
yang tinggi tentu memiliki dana internal yang lebih banyak dari pada perusahaan
dengan profitalitas rendah.
Perusahaan dengan tingkat
pengembalian yang tinggi investasi menggunakan utang yang relative kecil
(Bringham & Houston, 2001).
Tingkat pengembalian yang tinggi
memungkinkan untuk membiayai sebagian besar kebutuhan pendanaan dengan dana
yang dihasilkan secara internal. Hal ini menunjukkan bahwa profitalitas
berpengaruh terhadap struktur modal perusahaan.
Semakin tinggi keuntungan yang
diperoleh berarti semakin rendah utang.
3.5. Risiko Bisnis
Risiko Bisnis akan mempersulit perusahaan dalam melaksanakan pendanaan
eksternal, sehingga secara teori akan berpengaruh negative terhadap leverage
perusahaan.
Komponen struktur modal dapat
dilihat di sisi kanan laporan neraca perusahaan, dimana yang merupakan
pembiayaan pembelanjaan permanen bagi perusahaan adalah hutang jangka panjang,
sahampreferen dan modal biasa. Berbagai teori struktur modal telah
dikembangkan para pakar untuk menentukan struktur modal yang optimal dengan
menganalisis komposisi dari hutang dan modal.
Tujuan manajemen struktur modal
adalah memadukan sumber-sumber dana permanen yang digunakan perusahaan untuk
operasionalnya yang akan memaksimumkan nilai perusahaan itu sendiri. Pencarian
struktur modal yang optimal merupakan pekerjaan yang sangat sulit, karena
adanya konflik yang mengarah kepada biaya agensi. Konflik lama terjadi antara
pemegang saham dan pemegang obligasi dalam penetapan struktur modal optimal
suatu perusahaan. Maka untuk mengurangi kemungkinan manajemen menanggung resiko
berlebihan atas nama pemegang saham, perlu memasukkan beberapa batasan protektif.
PENGARUH UTANG
TERHADAP RETURN DAN RISIKO
Utang yang lebih
besar menimbulkan resiko yang lebih besar bagi pemberi hutang, sehingga biaya
hutang menjadi lebih besar juga. Biaya utang yang besar tersebut
merupakan monitoring cost bagi manajemen. Karena biaya bunga
sifatnya tetap, biaya yang tinggi tersebut memuat para manager akan berusaha
untuk menggunakan dana tersebut untuk investasi yang benar. Teori Asymmetric
Information menerangkan bahwa di dalam pasar selalu ditemukan
informasi yang tidak sama bagi pihak-pihak yang berbeda, sehingga dikatakan
informasi yang didapat tidak sempurna. Penambahan utang baru misalnya,
memberikan informasi bahwa perusahaan dapat dipercaya oleh pihak peminjam,
sedangkan penerbitan saham baru dapat dianggap bahwa perusahaan sedang dalam
kesulitan dalam pandanaannya.
STATIC TRADE OFF
Teori struktur
modal modern dikenal semenjak Modigliani dan Miller memperkenalkan
teori yang dikenal
dengan teori MM. Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah:
1.
Bunga pinjaman dan
simpanan sama bagi perorangan maupun perusahaan.
2.
Tidak ada biaya
kebangkrutan.
3.
Tidak ada biaya
transaksi, karena diasumsikan pasar modal sempurna dan investor bertindak
rasional.
Pada awalnya model
ini didasarkan pada tidak adanya pajak perusahaan, kemudian dikembangkan pula
pada kondisi adanya pajak perusahaan. Banyak sanggahan atau kritik yang
ditujukan pada teori MM ini, sehingga muncullah pendekatan-pendekatan baru
dengan pelonggaran asumsi terhadap model MM ini.
Beberapa teori
berikutnya dikenal dengan teori Trade off Model, Brealey and
Myer (1991). Struktur modal optimal dapat diperoleh dengan adanya keseimbangan
antara keuntungan tax shield denganfinancial
distress dan agency cost, karena penggunaan leverage,atau terjadi trade-off antara benefit dengan
biaya. Financial distress terjadi jika perusahaan mengalami
kesulitan dalam melunasi kewajiban hutangnya sehingga perusahaan terancam
kebangkrutan. Oleh karena itu financial distress perlu
diperhitungkan karena mengurangi nilai perusahaan. Model ini juga menarik,
karena adanya pendapat bahwa perusahaan yang tidak menggunakan leveragedengan
perusahaan yang menggunakan leverage 100% (extrim)adalah
buruk, sedangkan keputusan yang terbaik adalah diantaranya.
Seiring dengan
perkembangan waktu, para ahli membuktikan bahwatrade off model bukanlah
semata-mata teori struktur modal yang paling sempurna, karena dalam keputusan
struktur modal perlu juga dipertimbangkan perilaku pembelanjaan perusahaan.
Agency Cost Theory
Agency theory
menyatakan bahwa dalam menentukan struktur modal perlu pula dipertimbangkan
biaya yang ditimbulkan dengan adanya perbedaan kepentingan antara pemilik
dengan pihak manajemen perusahaan. Berdasarkan teori ini struktur modal
berpengaruh positif terhadap kemungkinan kebangkrutan, nilai lebih arus kas,
nilai likuidasi, target take over, dan reputasi manager. Struktur
modal berpengaruh yang lebih besar bagi pemberi hutang, sehingga biaya hutang
menjadi lebih besar juga. Biaya hutang yang besar tersebut merupakan monitoring
cost bagi manajemen. Karena biaya bunga sifatnya tetap, biaya yang
tinggi tersebut memuat para manager akan berusaha untuk menggunakan dana
tersebut untuk investasi yang benar.
Teori tersebut
menegaskan bahwa struktur keuangan dipengaruhi oleh insentif dan perilaku dari
pembuat keputusan (pihak manajemen). Jensen dan Meckling mengemukakan adanya
dua potensi konflik, yaitu konflik antara pemegang saham dengan kreditur, dan
konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemen.
1.
Konflik antara
Pemegang Saham dengan Kreditur Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari
perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada
besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan
kemampuan perusahaan untuk membayar kembali hutangnya, dan pemegang saham lebih
memperhatikan kemampuan perusahaan dalam meraih laba yang banyak. Cara
perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukan investasi
pada proyek-proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu
berhasil, kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapi bila
proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugian akibat
dari ketidak-mampuan pemegang saham memenuhi kewajibannya. Untuk mengantisipasi
kemungkinan rugi, kreditur mengenakan biaya keagenan hutang (debt agency
cost), dalam bentuk pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu
pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam
proyek baru (seperticapital rationing).
2.
Konflik antara
Pemegang Saham dengan Pihak Manajemen Pihak manajemen tidak selalu bertindak
yang terbaik untuk kepentingan pemegang saham, tetapi agak mengarah kepada
kepentingan dirinya sendiri. Akibatnya, pemegang saham menanggung biaya
keagenan ekuitas (equity agency cost) untuk memantau kegiatan pihak
manajemen. Salah satu biaya keagenan adalah kompensasi bagi akuntan publik
untuk mengaudit perusahaan.
TEORI PECKING ORDER
Perusahaan itu
lebih cenderung menggunakan preferensi dana(pecking order) dalam
keputusan investasinya dengan urutan prioritas yaitu penambahan modal
internal (laba ditahan), penambahan hutang dan terakhir penambahan modal dengan
menerbitkan saham baru. Beberapa pengujian membuktikan bahwa harga saham
berpengaruh positif terhadap penambahan hutang dan berpengaruh negatif terhadap
penerbitan saham baru.
PENERBITAN
SEKURITAS EKUITAS
1. Initial Public Offering (IPO)
Adalah pasar
penawaran perdana dimana harga saham tetap tidak dikenakan komisi, hanya untuk
pembelian saham, pemesanan dilakukan melalui Agen Penjual dan jangka waktu
terbatas
2. Secondary Public
Offering (SPO)
Adalah pasar
sekunder dimana harga berfluktuasi sesuai kekuatan pasar, dibebankan komisi
untuk pembelian maupun penjualan, pemesanan dilakukan melalui Anggota
Burs, dan jangka waktu tidak terbatas
KEWAJIBAN JANGKA
PANJANG
Salah satu sumber
modal jangka panjang adalah obligasi merupakan salah satu sumber modal jangka
panjang. Obligasi diterbitkan oleh perusahaan, disebarluaskan, ditawarkan
kepada publik dan dibeli oleh beragam investor. Dengan membeli obligasi artinya
antara perusahaan dan investor yang membeli obligasi terdapat perjanjian bahwa
perusahaan akan melakukan pembayaran atas pokok pinjaman beserta bunganya (bisa
berbentuk fixed rate atau floated rate), pada
tanggal tertentu kepada pemegang obligasi. Perjanjian inilah yang disebut indenture,
yang didalamnya memuat hak dan kewajiban baik pemegang saham atau perusahaan.
Tebal indenture bisa beratus halaman, memuat berbagai hal seperti mengatur
kemungkinan pelunasan obligasi sebelum jatuh tempo, tingkat rasio kemampuan
perusahaan dalam membayar bunga dalam tiap tahunnya (Times Interest Earned/TIE
ratio) yang harus dipertahankan jika perusahaan menjual obligasi tambahan, dan pembatasan
pembayaran deviden jika laba tidak mencapai jumlah tertentu.
1.
Sinking Fund
Pasar Modal kita
umumnya menawarkan obligasi dengan tingkat bunga tertentu yang nilainya sedikit
lebih besar dari tingkat bunga yang ditetapkan Bank Indonesia atau yang berlaku umum
tergantung perjanjian perwaliamanatan. Adanya kecenderungan gagal bayar pada
saat jatuh tempo oleh Emiten penerbit obligasi kepada Pemegang Obligasi,
umumnya terjadi karena belum adanya ketentuan yang mewajibkan pembentukan dana
cadangan dalam rangka memenuhi kewajiban pokok pinjaman dan pembayaran bunga
yang dikelola tersendiri dalam akun khusus pada sisi aktiva. Pembentukan dana
cadangan dalam upaya menanggulangi kesulitan likuiditas Perusahaan saat jatuh
tempo obligasi kita kenal sebagai sinking fund. Pencadangan dana tersebut dapat
digunakan pada saat pelunasan pokok pinjaman dan bunga pada saat jatuh tempo
obligasi maupun pada saat penarikan kembali obligasi yang beredar dengan cara
membeli kembali obligasi yang beredar di Bursa .
Sinking fund umumnya diawasi pengelolaannya oleh Wali Amanat.
2. Call Provision
Salah satu hal yang
termuat dalam perjanjian obligasi tersebut adalah ada tidaknya ketentuan
penarikan (call provision/call feature), yaitu hak perusahaan
sebagai penerbit untuk menebus obligasinya sebelum waktu jatuh temponya.
Ketentuan penarikan tersebut biasanya menetapkan bahwa penerbit harus membayar
kepada investor/pemegang obligasi suatu jumlah yang lebi besar dari pada nilai
pari (nominal) obligasi jika obligasi tersebut ditarik. Jumlah tambahan
tersebut disebut sebagai premi penarikan/call premium.
3. Bond
Refunding
Jika manajemen
memprediksi bahwa tingkat suku bunga di pasar modal (market rate)
obligasi sejenis di masa mendatang akan turun, maka perusahaan akan
mempertimbangkan untuk membeli kembali obligasi (buy back) yang
tingkat bunganya tinggi, dan menerbitkan obligasi dengan tingkat suku bunga
yang lebih rendah. Dalam hal ini disebut bahwa obligasi didanai ulang (refunded).
Jadi, kapan perusahaan perlu melakukan pendanaan ulang obligasinya tergantung
dari ekspektasi tingkat suku bunga di masa mendatang.
Keputusan pendanaan
ulang menyangkut dua pertanyaan yang berbeda, yaitu (1) apakah menguntungkan
untuk menarik obligasi yang sedang beredar pada periode berjalan dan
menggantinya dengan obligasi baru? dan (2) jika bond refunding saat
ini menguntungkan, apakah tidak lebih baik/menguntungkan lagi jika pendanaan
ulang ditangguhkan dulu untuk sementara? Pada prinsipnya perusahaan
menganalisis sama halnya pada saat mengkaji tentang penganggaran barang modal (capital
budgeting). Dengan melakukan bond refunding artinya
terdapat arus kas keluar. Biaya atas pendanaan ulang (sama halnya dengan
pengeluaran investasi, karena perusahaan mengeluarkan dana untuk membeli
kembali obligasi) terdiri atas:
1.
Premi penarikan (call
premium) yang dibayarkan pada pemegang obligasi yang ditarik
2.
Biaya penjualan
obligasi baru
3.
Bunga (coupon
rate) yang harus dibayar ketika kedua obligasi sedang sama-sama beredar
(disebut sebagai overlap interest). Ada kalanya obligasi baru dijual lebih dahulu
sebelum dilakukan penarikan obligasi lama, ini untuk memastikan ada/tersedia
dana bagi membayar pokok pinjaman dari obligasi lama