I.
PENDAHULUAN
Rumah Sakit Pemerintah merupakan unit
kerja dari Instansi Pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat umum. Permasalahan yang selalu timbul adalah sulitnya meramalkan
kebutuhan pelayanan yang diperlukan masyarakat maupun kebutuhan sumber daya
untuk mendukungnya. Di lain pihak Rumah Sakit harus siap setiap saat dengan
sarana, prasarana tenaga maupun dana yang dibutuhkan untuk mendukung pelayanan
tersebut. Di samping itu Rumah Sakit sebagai unit sosial dihadapkan pada semakin
langkanya sumber dana untuk membiayai kebutuhannya, padahal di lain pihak Rumah
Sakit diharapkan dapat bekerja dengan tarif yang dapat terjangkau oleh
masyarakat luas.
Dengan perubahan sistem keuangan Rumah
Sakit serta sistem keuangan Pemerintah secara keseluruhan diharapkan dana yang
dikelola oleh Rumah Sakit akan menjadi lebih besar dan terus meningkat sejalan
dengan peningkatan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta persiapan Badan
Layanan Umum dari tahun ke tahun. Kondisi ini selain akan membawa pengaruh
positif bagi peningkatan pelayanan, tetapi juga membuka peluang untuk timbulnya
ekses negatif penyalahgunaan dalam pengelolaan keuangan negara. Untuk itu
diperlukan berbagai upaya dalam mengatasinya.
Akuntansi Rumah Sakit yang merupakan
salah satu kegiatan dari manajemen keuangan adalah salah satu sasaran pertama
yang harus diperbaiki agar dapat memberikan data dan informasi yang akan
mendukung para manajer Rumah Sakit dalam pengambilan keputusan maupun
pengamatan serta pengendalian kegiatan Rumah Sakit. Yang menjadi kendala pada
Rumah Sakit Swadana dan belum terpecahkan sampai saat ini adalah Rumah Sakit
melakukan dua sistem pencatatan dan pelaporan yaitu yang berdasarkan prinsip
akuntansi yang lazim (Accrual Basis) dan Basis Kas (Cash Basis)
untuk memenuhi ketentuan yang berlaku yang diharapkan dapat berjalan secara
paralel, independen dan tercipta mekanisme saling kontrol di antaranya (kontrol
internal), namun dirasakan menjadi beban petugas Rumah Sakit.
II.
PENGERTIAN
RUMAH SAKIT
Menurut WHO
rumah sakit adalah sebagai organisasi sosial dan kesehatan yang berfungsi
menyediakan pelayanan kesehatan yang lengkap dalam hal :
a. Pencegahan
dan penyembuhan penyakit
b. Pelayanan
rawat jalan
c. Pusat
penelitian biomedis
Berdasarkan peraturan menteri kesehatan
RI rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan
pelayanan kesehatan serta dapat dimanfaatkan untuk pendidikan tenaga kesehatan
dan penelitian.
III.
JENIS-JENIS
RUMAH SAKIT
Secara umum, rumah sakit berdasarkan
fungsinya memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dibagi dalam
beberapa jenis :
1. Rumah
Sakit Umum
Adalah
rumah sakit yang memberikan pelayanan kepada penderita berbagai jenis penyakit,
pengobatan umum, pembedahan dan sebagainya. Biasanya memiliki institusi
perawatan darurat yang siaga 24 jam untuk memberikan pertolongan pertama
2. Rumah
Sakit Terspesialisasi
Merupakan
rumah sakit yang memiliki spesialisasi terhadap suatu penyakit yang membutuhkan
penanganan khusus. Rumah sakit yang dapat dikategorikan sebagai rumah sakit
terspesialisasi antara lain trauma center, rumah sakit anak, gigi, manula, dll.
Biasanya rumah sakit ini memiliki afiliasi dengan universitas atau pusat medis
tertentu.
3. Rumah
sakit pendidikan/penelitian
Adalah
rumah sakit umum yang terkait dengan kegiatan penelitian dan pendidikan di
fakultas kedokteran pada suatu lembaga/universitas . biasanya digunakan sebagai
tempat pelatihan dokter-dokter muda, uji coba obat baru, atau teknik pengobatan
baru
4. Rumah
sakit lembaga/perusahaan
Merupakan
rumah sakit yang didirikan oleh suatu lembaga/perusahaan untuk memberikan
pelayanan kesehatan kepada anggota lembaga/perusahaan tersebut
5. Klinik
Merupakan
fasilitas medis yang lebih kecil dari rumah sakit dan hanya melayani keluhan
tertentu. Klinik biasanya hanya menerima pasien rawat jalan dan dijalankan oleh
lembaga swadaya masyarakat atau dokter-dokter yang ingin membuka praktik
pribadi. Kumpulan klinik disebut poliklinik.
Berdasarkan kepemilikannya, rumah sakit
di Indonesia dibedakan menjadi :
1. Rumah
Sakit Milik Pemerintah
Rumah
sakit milik pemerintah ini dibedakan menjadi rumah sakit milik pemerintah pusat
yang dikenal Rumah Sakit Umum Pusat(RSUP) dan rumah sakit milik pemerintah
provinsi dan kabupaten atau kota yaitu RSUD.
Perbedaan
keduanya ada pada kepemilikan dimana RSUP merupakan milik pemerintah pusat yang
mengacu pada Departemen Kesehatan (DepKes), sedangkan RSUD merupakan milik
pemerintah provinsi dan kabupaten atu kota dengan pembinaan urusan
kerumahtanggaan dari Departemen Dalam Negeri. Namun, RSUD tetap berada di bawah
koordinasi Departeman Kesehatan.
Berikut
dua jenis rumah sakit milik pemerintah :
a. Rumah
sakit milik pemerintah yang tidak dipisahkan
Adalah
rumah sakit yang dimiliki oleh kekayaan pemerintah. Contoh : RSUD Banyumas dan
RSUD Tangerang
b. Rumah
sakit milik pemerintah yang dipisahkan
Adalah
rumah sakit yang dimiliki oleh kekayaan pemerintah yang dipisahkan, misalnya
milik BUMN PT Aneka Tambang, PT Pelni dan beberapa perusahaan perkebunan
Karena
rumah sakit tersebut merupakan bagian dari BUMN, keadaannya sangat bergantung
pada kondisi keuangan BUMN yang menjadi induknya.
2. Rumah
sakit berbentuk Badan Layanan Umum (BLU)
BLU
adalah instansi di lingkungan pemerintah yang dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual
tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya
didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Tujuan
BLU adalah meningkatkan pelayangan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas dan penerapan praktik yang sehat (PP No. 23/2005 tentang
pengelolaan keuangan BLU)
Rumah
sakit berbentuk BLU antara lain, RSCM, RS Jantung Harapan Kita, RS Hasan
Sadikin Bandung, RS Makassar, RS Karyadi Semarang, RS Sanglah Denpasar, RS
Padang, RS palembang, dan RS Dr. Sadjito Yogyakarta. Sedangkan RSUD yang sudah
dialihkan menjadi BLUD antara lain RSUD Budi Asih, RSUD Tarakan , Koja, Duren
Sawit, RSUD Haji, dan RSUD Pasar Rebo.
3. Rumah
sakit swasta
Adalah
rumah sakit yang dimiliki oleh perorangan atau badan hukum. Rumah sakit swasta
ada yang dimiliki oleh yayasan keagamaan dan kemanusiaan ataupun dimiliki oleh
perusahaan.
IV.
Akuntansi Dana di Rumah Sakit
Aplikasi
akuntansi dana juga dapat kita lihat dalam praktik akuntansi di rumah sakit.
Namun, harus disadari bahwa tidak semua rumah sakit adalah organisasi yang
bersifat nirlaba. Beberapa rumah sakit dioperasikan sebagai layaknya perusahaan
yang mencari laba, bahkan beberapa diantaranya melakukan penjualan sahamnya di
pasar modal. Dalam kasus rumah sakit yang berorientasi laba, standar akuntansi
yang diikuti adalah standar akuntansi keuangan yang digunakan untuk sektor
komersial.
Dalam hal
ini dibahas bagaimana aturan dan prinsip-prinsip penggunaan akuntansi dana
dalam rumah sakit di Amerika Serikat (AS). Dalam mengatur rumah sakit dibedakan
menjadi dua, yaitu:
1. Rumah
Sakit yang Dikelola Pihak Swasta (Private Hospital)
Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi yang dikembangkan oleh Financial
Accounting Standards Board – FASB (Dewan Standar Akuntansi Keuangan) khususnya
dalam pernyataan no.117 tentang Laporan Keuangan untuk Organisasi Nirlaba.
2. Rumah
Sakit yang Dikelola Pihak Pemerintah (Public Hospital)
Dalam hal ini, pelaksanaan akuntansi dilaksanakan berdasarkan standar
akuntansi yang dikembangkan oleh Govermenttal Accounting Standards Board – GASB
(Dewan Standar Akuntansi Pemerintah).
Dalam akuntansi dana untuk rumah sakit, penyajian laporan informasi
keuangan mengharuskan pembentukan dana (fund) yang dibagi menjadi dua,
yaitu:
1. Dana
Tidak Terikat (Unrestricted Fund)
Yaitu dana yang tidak dibatasi
penggunaannya pada suatu tujuan tertentu.
2. Dana
Terikat (Restricted Fund)
Yaitu dana yang dibatasi
penggunaannya pada suatu tujuan tertentu yang biasanya muncuul karena
permintaan dari pihak eksternal yang memberikan sumbangan. Terikat tidaknya aktiva tergantung pada ketentuan pihak lain (donor)
yang memberikan sumber keuangan
Tidak ada PSAK khusus yang mengatur standar akuntansi untuk rumah sakit.
PSAK yang paling cocok untuk sementara waktu
digunakan adalah PSAK 45 tentang organisasi nirlaba.
Berdasarkan PSAK 45, akuntansi RS tidak berdasarkan sistem dana, hanya dana
tunggal. Namun aktiva bersih RS dikategori berdasarkan tiga jenis:
1. Dana tidak terikat
2. Dana terikat sementara, yaitu dana denga pembatasan yang
bersifat sementara
3. Dana terikat permanen, yaitu dana denga pembatasan yang
bersifat permanen
V.
LAPORAN
KEUANGAN RUMAH SAKIT
Dalam laporan keuangan rumah sakit terdapat empat laporan keuangan utama
yang dihasilkan oleh proses akuntansi, yaitu:
1. Neraca
Terdiri dari :
• Aktiva dan utang diklasifikasi menjadi:
– Aktiva lancar – aktiva
tetap
– Utang lancar – utang
jangka panjang
• Aktiva bersih
(ekuitas) diklasifikasi berdasarkan:
– Aktiva bersih tidak
terikat
– Aktiva bersih terikat
temporer
– Aktiva bersih terikat
permanen
Neraca dalam rumah sakit tidak mempunyai perbedaan mendasar baik isi maupun
proses penyusunan dari sudut pandang ilmu akuntansi dibandingkan dengan neraca
perusahaan yang sering kita kenal disektor komersial namun demikian ada
beberapa hal yang secara khusus perlu diperhatikan antara lain:
a. Kas
Jumlah kas
yang tercatat dalam neraca tidak termasuk kas pada Dana Terikat yang tidak
dapat digunakan untuk kegiatan operasi.
b. Piutang
Piutang
harus dilaporkan pada jumlah yang diperkirakan dapat direalisasi.
c. Investasi
Investasi
awal dicatat pada harga perolehan pada saat pembelian, atau pada nilai wajar
pada saat penerimaan jika investasi diterima sebagai pemberian.
d. Aktiva
Tetap
Aktiva tetap
dilaporkan bersama dengan akumulasi depresiasinya dalam Dana Umum.
e. Aktiva
yang Disisihkan
Klasifikasi
aktiva terikat (restricted assets) hanya diberikan pada dana yang
penggunaannya dibatasi oleh pihak eksternal rumah sakit yang mensponsori dana
tersebut.
f. Utang
Jangka Panjang
Utang jangka
panjang dilaporkan pada neraca.
g. Saldo
Dana
Sesuai
dengan kaidah pembagian dana yang dijelaskan, saldo dana yang dimiliki oleh
rumah sakit dipisahkan menjadi tiga macam yaitu: terikat, terikat sementara
waktu, dan terikat permanen.
2. Laporan
Operasi
Untuk rumah sakit, hasil dari kegiatan operasinya dilaporkan dalam Laporan
Operasi (Statement of Operations). Laporan ini mencakup tentang
pendapatan, beban, untung dan rugi, serta transaksi lainnya yang mempengaruhi
saldo dana selama periode berjalan. Dalam laporan operasi harus dinyatakan
suatu indikator kinerja seperti halnya laba bersih dalam perusahaan, yang
melaporkan hal kegiatan operasi rumah sakit selama periode berjalan. Indikator
kinerja ini harus mencakup baik laba ataupun rugi operasi selama periode
berjalan maupun laba langsung yang diperoleh selama operasi berjalan. Perubahan
lain dari saldo dana selama periode berjalan harus dilaporkan setelah indikator
kinerja.
Berikut
adalah pos-pos lain yng jga perlu menjadi perhatian:
a. Pendapatan
Jasa Pasien
Pendapatan
jasa pasien dihitung dari jumlah bruto dengan menggunakan tarif standar. Jumlah
tersebut kemudian di kurangi dengan penyesuaian kontraktual (contractual
adjusments) menjadi Pendapatan Bersih Jasa Pasien.
b. Penyesuaian
Kontraktual
Penyesuaian
kontraktual berasal dari keterlibatan pihak ketiga dalam proses penggantian
pembayaran medis. Perusahaan asuransi biasanya mengganti kurang dari jumlah
tarif standar penuh untuk jasa medis yang disediakan bagi pasien yang menjadi
tanggunan asuransi. Meskipun rumah sakit memiliki tarif standar untuk jasa yang
diberikan, namun rumah sakit menjalin kontrak dengan pembayar pihak ketiga di
mana rumah sakit menerima jumlah pembayaran yang lebih rendah untuk jasa
tersebut.
c. Pendapatan
dari Kegiatan Lainnya
Pendapatan
dari kegiatan lain mencerminkan pendapatan dari sumber-sumber bukan pasien,
seperti kantin dan sewa parkir. Pendapaatan ini biaaanya mencerminkan jumlah
bersih dari operasinya, jadi bukan jumlah brutonya.
d. Transfer
Antardana
Tidaklah
tepat untuk tetap mengelola aktiva dalam Dana Terikat ketika persyaratan yang
ditetapkan oleh pihak sponsor atau donor sudah terpenihi. Dalam hal ini aktiva
tersebut harus ditransfer dari Dana Terikat ke Dana Tidak Terikat. Untuk tujuan
pelaporan keuangan, transfer antar dana ini dilaporkan dalam Laporan Operasi
sebagai “Pelepasan Saldo Dana” dan ditunjukkan sebagai penambahan atas Dana
Tidak Terikat.
Contoh Pendapatan:
1. Pendapatan
operasioal rawat jalan: karcis umum dan karcis
spesialis.
2. Pendapatan
operasional rawat inap: akomodasi dan visite.
3. Pendapatan
tindakan medis: tindakan medik, dan tindakan keperawatan
4. Pendapatan
operasional unit penunjang: rasiologi, laboratorium, fisioterapi, farmasi, dan
rehab medik.
e. Beban
Dana Umum
Beban-beban
dalam Dana Umum diakui secara akrual, seperti halnya pada entitas komersial.
Contoh beban
:
Biaya pelayanan:
bahan, jasa pelayanan, pegawai, penyusutan, pemeliharaan, asuransi, langganan
dan daya, pelatihan, dan penelitian.
Biaya umum dan
administrasi: pegawai, administrasi kantor, penyusutan, pemelihataan, langganan
dan daya, pelatihan, dan penelitian
f. Sumbangan
Sumbangan
(donasi) dibagi menjadi donasi yang terbentuk jasa dan berbentuk aktiva. Karena
sering kali sulit untuk menetapkan nilai dari donasi yang berbentuk jasa, maka
nilai dari donasi ini biasanya tidak dicatat. Namun, jika terdapat kebutuhan
untuk melakukan pencatatan, maka perkiraan nilai dari donasi jasa dicatat
sebagai sumbangan yang langsung diikuti dengan beban dalam jumlah yang sama.
Sedangkan donasi yang berbentuk aktiva dilaporkan pada nilai wajar pada tanggal
diterimanya sebagai sumbangan jika donasi aktiva ini penggunaannya dibatasi
oleh pihak sponsor atau donor maka dilaporkan dalam Dana Terikat Sementara atau
Dana Terikat Permanen. Ketika pembatasannya sudah tidak berlaku lagi, maka
dilakukan transfer dari Dana Terikat ke Dana Umum.
3. Laporan
Perubahan Aktiva Bersih
Laporan ini menyajikan perubahan dalam ketiga kategori aktiva bersih yang
Tidak Terikat, Terikat Sementara, dan terikat Permanen.
4. Laporan
Arus Kas
Format dari laporan ini serupa dengan yang digunakan untuk entitas komersial.
Laporan arus kas terdiri dari:
1. Aktivitas operasi
2. Aktivitas investasi
3. Aktivitas pendanaan
5. Catatan Atas Laporan Keuangan
Terdiri dari :
1. Gambaran umum RS
2. Iktisar kebijakan akuntansi
3. Penjelasan pos-pos laporan keuangan
Ditjen Pelayanan Medit Depkes membuat ketentuan akuntansi, khususnya bagi
RS yang sudah menjadi BLU (Badan Layanan Umum). Pedoman akuntansi RS ini berisi
10 bab:
1. Pendahuluan
2. Laporan
Keuangan
3. Akuntansi
Aktiva
4. Akuntansi
Kewajiban
5. Akuntansi
Aktiva Bersih (Ekuitas)
6. Akuntansi
Perubahan Aktiva Bersih
7. Laporan
Arus Kas
8. Catatan
Atas Laporan Keuangan
9. Ilustrasi
Laporan Keuangan
10. Rasio
Keuangan
VI.
RUMAH SAKIT PEMERINTAH DAERAH
SEBAGAI BADAN LAYANAN UMUM (BLU)
A. Pengertian Badan Layanan Umum (BLU)
Pengertian atau definisi BLU diatur dalam Pasal 1 angka 23 UU No. 1 Tahun
2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu : Badan Layanan Umum adalah
instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan
kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa
mengutamakan mencari keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada
prinsip efisiensi danproduktivitas”.
Pengertian ini kemudian diadopsi kembali dalam peraturan pelaksanaannya
yaitu dalam Pasal 1 angka 1 PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan
Badan Layanan Umum. Tujuan dibentuknya BLU adalah sebagaimana yang diamanatkan
dalam Pasal 68 ayat (1) yang menyebutkan bahwa “Badan Layanan Umum dibentuk
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa”. Kemudian ditegaskan
kembali dalam PP No. 23 Tahun 2005 sebagai peraturan pelaksanaan dari asal 69
ayat (7) UU No. 1 Tahun 2004, Pasal 2 yang menyebutkan bahwa “BLU bertujuan
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa dengan memberikan
fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan
produktivitas, dan penerapan praktek bisnis yang sehat”.
Sedangkan Asas BLU diatur menurut Pasal 3 PP No. 23 Tahun 2005, yaitu:
1. Menyelenggarakan
pelayanan umum yang pengelolaannya berdasarkan kewenangan yang didelegasikan,
tidak terpisah secara hukum dari instansi induknya;
2. Pejabat BLU
bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan layanan umum kepada pimpinan
instansi induk;
3. BLU tidak mencari
laba;
4. Rencana kerja,
anggaran dan laporan BLU dan instansi induk tidak terpisah;
5. Pengelolaan sejalan
dengan praktik bisnis yang sehat.
Dari uraian definisi, tujuan dan asas BLU, maka dapat terlihat bahwa BLU
memiliki suatu karakteristik tertentu, yaitu :
1. Berkedudukan
sebagai lembaga pemerintah yang tidak dipisahkan dari kekayaan Negara;
2. Menghasilkan barang
dan/atau jasa yang diperlukan masyarakat;
3. Tidak bertujuan
untuk mencarai laba;
4. Dikelola secara
otonom dengan prinsip efisiensi dan produktivitas ala korporasi;
5. Rencana kerja,
anggaran dan pertanggungjawabannya dikonsolidasikan pada instansi induk;
6. Penerimaan baik
pendapatan maupun sumbangan dapat digunakan secara langsung;
7. Pegawai dapat
terdiri dari pegawai negeri sipil dan bukan pegawai negeri sipil;
8. BLU bukan subyek
pajak.
Selain itu, sekalipun BLU dikelola secara otonom dengan prinsip efisiensi
dan produktivitas ala korporasi, namun
terdapat beberapa karakteristik lainnya yang membedakan pengelolaan keuangan
BLU dengan BUMN/BUMD, yaitu:
1. BLU dibentuk untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan
umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa;
2. Kekayaan BLU
merupakan bagian dari kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan serta
dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang
bersangkutan;
3. Pembinaan BLU
instansi pemerintah pusat dilakukan oleh Menteri Keuangan dan pembinaan teknis
dilakukan oleh menteri yang bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang
bersangkutan;
4. Pembinaan keuangan
BLU instansi pemerintah daerah dilakukan oleh pejabat pengelola keuangan daerah
dan pembinaan teknis dilakukan oleh kepala satuan kerja perangkat daerah yang
bertanggung jawab atas bidang pemerintahan yang bersangkutan;
5. Setiap BLU wajib
menyusun rencana kerja dan anggaran tahunan;
6. Rencana Kerja dan
Anggaran (RKA) serta laporan keuangan dan laporan kinerja BLU disusun dan
disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari RKA serta laporan keuangan
dan laporan kinerja kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah;
7. Pendapatan yang
diperoleh BLU sehubungan dengan jasa layanan yang diberikan merupakan
pendapatan negara/daerah;
8. Pendapatan tersebut
dapat digunakan langsung untuk membiayai belanja yang bersangkutan;
9. BLU dapat menerima
hibah atau sumbangan dari masyarakat atau badan lain;
10. Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengelolaan keuangan BLU diatur dalam peraturan pemerintah (dhi. PP No. 23
Tahun 2005).
B. Rumah
Sakit Sebagai BLU
Standar Pelayanan
dan Tarif Layanan Rumah Sakit
Pelanggan
baik eksternal maupun internal mempunyai keinginan- keinginan ataupun
harapan terhadap jasa yang disediakan oleh rumah sakit. Mereka mempunyai
persyaratan-persyaratan yang diharapkan dapat dipenuhi oleh rumah sakit. Namun
demikian pelanggan eksternal sebagai pengguna jasa pelayanan mengharapkan apa
yang diinginkan dapat dipuaskan (customer satisfaction), sedangkan
tenaga profesi mengajukan persyaratan agar pelayanan yang disediakan memenuhi
standar profesi, sedangkan pihak manajemen menghendaki pelayanan yang efektif
dan efisien. Jadi mutu dapat dipandang dari berbagai sudut pandang
Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD menggunakan standar pelayanan
minimum yang ditetapkan oleh menteri/pimpinan lembaga/gubernur/bupati/walikota
sesuai dengan kewenangannya, harus mempertimbangkan kualitas layanan,
pemerataan dan kesetaraan layanan, biaya serta kemudahan untuk mendapatkan
layanan. Dalam hal rumah sakit pemerintah di daerah (RSUD) maka standar
pelayanan minimal ditetapkan oleh kepala daerah dengan peraturan kepala daerah.
Standar pelayanan minimal tersebut harus memenuhi persyaratan, yaitu :
1. Fokus pada jenis
pelayanan, dalam arti mengutamakan kegiatan pelayanan yang menunjang
terwujudnya tugas dan fungsi BLU/BLUD;
2. Terukur, merupakan
kegiatan yang pencapaiannya dapat dinilai sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan;
3. Dapat dicapai,
merupakan kegiatan nyata yang dapat dihitung tingkat pencapaiannya, rasional
sesuai kemampuan dan tingkat pemanfaatannya;
4. Relevan dan dapat
diandalkan, merupakan kegiatan yang sejalan, berkaitan dan dapat dipercaya
untuk menunjang tugas dan fungsi BLU/BLUD;
5. Tepat waktu,
merupakan kesesuaian jadwal dan kegiatan pelayanan yang telah ditetapkan.
Rumah Sakit Pemerintah Daerah yang telah menjadi BLU/BLUD dapat memungut
biaya kepada masyarakat sebagai imbalan atas barang/jasa layanan yang
diberikan. Imbalan atas barang/jasa layanan yang diberikan tersebut ditetapkan
dalam bentuk tarif yang disusun atas dasar perhitungan biaya per unit layanan
atau hasil per investasi dana. Tarif layanan diusulkan oleh rumah sakit kepada
menteri keuangan/menteri kesehatan/kepala SKPD sesuai dengan kewenangannya, dan
kemudian ditetapkan oleh menteri keuangan/kepala daerah dengan peraturan
menteri keuangan/peraturan kepala daerah. Tarif layanan yang diusulkan dan
ditetapkan tersebut harus mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1. kontinuitas dan
pengembangan layanan;
2. daya beli
masyarakat;
3. asas keadilan dan
kepatutan; dan
4. kompetisi yang
sehat.
Penentuan tarif harus berdasar unit cost dan mutu layanan.
Dengan demikian rumah sakit pemerintah harus mampu melakukan penelusuran (cost
tracing) terhadap penentuan segala macam tarif yang ditetapkan dalam
layanan. Selama ini aspek penentuan tarif masih berbasis aggaran ataupu
subsidi pemerintah sehingga masih terdapat suatu cost culture yang
tidak mendukung untuk peningkatan kinerja atau mutu layanan. Penyusunan tarif
rumah sakit seharusnya berbasis pada unit cost, pasar (kesanggupan
konsumen untuk membayar dan strategi yang diipilih. Tarif tersebut diharapkan
dapat menutup semua biaya, diluar subsidi yang diharapkan. Yang perlu
diperhatikan adalah usulan tarif jangan berbasis pada prosentase tertentu namun
berdasar pada kajian yang dapat dipertanggungjawabkan. Secara umum tahapan
penentuan tarif harus melalui mekanisme usulan dari setiap divisi dalam rumah
sakit dan aspek pasar dan dilanjutkan kepada pemilik. Pemilik rumah sakit
pemerintah adalah pemerintah daerah dan DPRD
Pengelolaan Keuangan
Adanya desentralisasi dan otonomi daerah dengan berlakunya UU tentang
Pemerintahan Daerah (UU No. 32 Tahun 2004, terakhir diubah dengan UU No. 12
Tahun 2008), UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, serta Kepmendagri No. 29 Tahun 2002 tentang Pedoman Umum Penyusunan
APBD, kemudian PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan
Umum, PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan, dan
Permendagri No. 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum Daerah, membuat rumah sakit pemerintah daerah harus melakukan
banyak penyesuaian khususnya dalam pengelolaan keuangan maupun penganggarannya,
termasuk penentuan biaya.
Dengan terbitnya PP No. 23 Tahun 2005, rumah sakit pemerintah daerah
mengalami perubahan menjadi BLU. Perubahan ini berimbas pada pertanggungjawaban
keuangan tidak lagi kepada Departemen Kesehatan tetapi kepada Departemen
Keuangan, sehingga harus mengikuti standar akuntansi keuangan yang
pengelolaannya mengacu pada prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi dan
efisiensi. Anggaran yang akan disusun pun harus berbasis kinerja (sesuai dengan
Kepmendagri No. 29 Tahun 2002).
Penyusunan anggaran rumah sakit harus berbasis akuntansi biaya yang
didasari dari indikator input, indikator proses dan indikator output,
sebagaimana diatur berdasarkan PP No. 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum, PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi
Dan Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum, dan khusus untuk RSUD, pengelolaan
keuangannya harus mengacu dan berdasarkan Permendagri Permendagri No. 61 Tahun
2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah.
Pelaporan dan Pertanggungjawaban
BLU sebagai instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang dan/atau jasa
yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan merupakan organisasi
pemerintahan yang bersifat nirlaba. Sesuai dengan Pasal 26 ayat (2) PP No. 23
Tahun 2005 yang menyebutkan bahwa “Akuntansi dan laporan keuangan BLU
diselenggarakan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang diterbitkan oleh
asosiasi profesi akuntansi Indonesia”. Ketentuan ini menimbulkan
inkonsistensi, karena BLU merupakan badan/unit atau organisasi pemerintahan
yang seharusnya menggunakan PSAP atau Standar Akuntansi Pemerintahan
sebagaimana diatur menurut PP No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi
Pemerintahan, namun dalam PP No. 23 Tahun 2005 menggunakan PSAK (Standar
Akuntansi Keuangan) yang berasal dari IAI. Sebagai organisasi kepemerintahan
yang bersifat nirlaba, maka rumah sakit pemerintah daerah semestinya juga
menggunakan SAP bukan SAK.
Laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah merupakan laporan yang
disusun oleh pihak manajemen sebagai bentuk penyampaian laporan keuangan suatu
entitas. Laporan keuangan tersebut merupakan penyampaian informasi kepada
pihak-pihak yang berkepentingan terhadap entitas tersebut, sehingga isi
pelaporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah harus mengikuti ketentuan
untuk pelaporan keuangan sebagaimana diatur menurut SAK, yaitu sebagai
organisasi nirlaba (PSAK No. 45) dan menyanggupi untuk laporan keuangannya
tersebut diaudit oleh auditor independen. Laporan keuangan rumah sakit yang
harus diaudit oleh auditor independen.
Adapun Laporan Keuangan rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU yang
disusun harus menyediakan informasi untuk:
1. Mengukur jasa atau
manfaat bagi entitas yang bersangkutan;
2. Pertanggungjawaban
manajemen rumah sakit (disajikan dalam bentuk
laporan aktivitas dan laporan arus kas);
3. Mengetahui
kontinuitas pemberian jasa (disajikan dalam bentuk laporan
posisi keuangan);
4. mengetahui
perubahan aktiva bersih (disajikan dalam bentuk laporan aktivitas).
Sehingga, laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah mencakup sebagai
berikut:
1. Laporan posisi keuangan (aktiva,
utang dan aktiva bersih, tidak disebut neraca). Klasifikasi aktiva dan
kewajiban sesuai dengan perusahaan pada umumnya. Sedangkan aktiva bersih
diklasifikasikan aktiva bersih tidak terikat, terikat kontemporer dan terikat
permanen. Yang dimaksud pembatasan permanen adalah pembatasan penggunaan sumber
daya yang ditetapkan oleh penyumbang. Sedangkan pembatasan temporer adalah pembatasan
penggunaan sumber daya oleh penyumbang yang menetapkan agar sumber daya
tersebut dipertahankan sampai pada periode tertentu atau sampai dengan
terpenuhinya keadaan tertentu;
2. Laporan aktivitas (yaitu penghasilan,
beban dan kerugian dan perubahan dalan aktiva bersih);
3. Laporan arus kas yang mencakup arus
kas dari aktivitas operasi, aktivitas investasi dan aktivitas pendanaan;
4. Catatan atas laporan keuangan, antara
lain sifat dan jumlah pembatasan permanen atau temporer, dan perubahan
klasifikasi aktiva bersih.
Dalam hal konsolidasi laporan keuangan rumah sakit pemerintah daerah dengan
laporan keuangan kementerian negara/lembaga, maupun laporan keuangan pemerintah
daerah, maka rumah sakit pemerintah daerah sebagai BLU/BLUD mengembangkan sub
sistem akuntansi keuangan yang menghasilkan Laporan Keuangan sesuai dengan SAP
(Pasal 6 ayat (4) PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan
Pelaporan Keuangan Badan Layanan Umum).
Berdasarkan PMK No. 76/PMK.05/2008 tentang Pedoman Akuntansi Dan Pelaporan
Keuangan Badan Layanan Umum dan sesuai pula dengan Pasal 27 PP No. 23 tahun
2005, maka rumah sakit pemerintah daerah dalam rangka pertanggungjawaban atas
pengelolaan keuangan dan kegiatan pelayanannya, menyusun dan menyajikan:
1. Laporan
Keuangan; dan
2. Laporan
Kinerja.
Laporan Keuangan tersebut paling sedikit terdiri dari:
1. Laporan Realisasi
Anggaran dan/atau Laporan Operasional;
2. Neraca;
3. Laporan Arus Kas;
dan
4. Catatan atas Laporan
Keuangan
Laporan
Keuangan rumah sakit pemerintah daerah tersebut sebelum disampaikan kepada
entitas pelaporan direviu oleh satuan pemeriksaan intern, namun dalam hal tidak
terdapat satuan pemeriksaan intern, reviu dilakukan oleh aparat pengawasan intern
kementerian negara/lembaga. Reviu ini dilaksanakan secara bersamaan dengan
pelaksanaan anggaran dan penyusunan Laporan Keuangan BLU. Sedangkan Laporan
Keuangan tahunan BLU diaudit oleh auditor eksternal.
VII.
MANFAAT
AKUNTANSI RUMAH SAKIT
Fungsi utama
akuntansi di Rumah sakit adalah sebagai sumber informasi yang diperlukan untuk
pengambilan keputusan dalam pemecahan masalah dan perencanaan untuk
keberhasilan pengembangan Rumah Sakit. Secara umum akuntansi tidak lepas dari
biaya (cost), dengan perhitungan biaya yang berbeda akan menghasilkan akuntansi
biaya yang berbeda pula serta berdampak pada pengambilan keputusan yang
berbeda. Dengan demikian untuk pengambilan keputusan yang tepat serta
keberhasilan perencanaan diperlukan sistem dan pelaksanaan akuntansi Rumah
Sakit secara optimal.
Sistem akuntansi Rumah Sakit Pemerintah bertujuan untuk memberikan pengendalian dan pengawasan terhadap jalannya keuangan rumah sakit, terlebih lagi saat ini Rumah Sakit telah ditetapkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ataupun sebagai Badan Layanan Umum yang penerimaannya harus disetor ke Negara melalui Kantor Kas Negara. Dan membantu dalam upaya memantau peningkatan perkembangan kinerja dan nilai Rumah Sakit.
Sistem akuntansi Rumah Sakit Pemerintah bertujuan untuk memberikan pengendalian dan pengawasan terhadap jalannya keuangan rumah sakit, terlebih lagi saat ini Rumah Sakit telah ditetapkan sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) ataupun sebagai Badan Layanan Umum yang penerimaannya harus disetor ke Negara melalui Kantor Kas Negara. Dan membantu dalam upaya memantau peningkatan perkembangan kinerja dan nilai Rumah Sakit.
VIII.IMPLEMENTASI
AKUNTANSI RUMAH SAKIT
Rumah Sakit
Pemerintah merupakan unit kerja dari Instansi Pemerintah yang memberikan
pelayanan kesehatan kepada masyarakat umum. Sistem keuangan Rumah Sakit
mengalami perubahan secara keseluruhan diharapkan dana yang dikelola oleh Rumah
Sakit akan menjadi lebih besar dan terus meningkat sejalan dengan peningkatan
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) serta persiapan Badan Layanan Umum dari
tahun ke tahun.
Kondisi ini selain akan membawa pengaruh
positif bagi peningkatan pelayanan, juga membuka peluang untuk menghindari
penyalahgunaan dalam pengelolaan keuangan negara. Akuntansi Rumah Sakit
yang merupakan salah satu kegiatan dari manajemen keuangan adalah salah satu
sasaran pertama yang harus diperbaiki agar dapat memberikan data dan informasi
yang akan mendukung para manajer Rumah Sakit dalam pengambilan keputusan maupun
pengamatan serta pengendalian kegiatan dalam Rumah Sakit. Kendala pada Rumah
Sakit yang belum terpecahkan sampai saat ini adalah Rumah Sakit melakukan dua
sistem pencatatan dan pelaporan yaitu yang berdasarkan prinsip akuntansi yang
lazim (Accrual Basis) dan Basis Kas (Cash Basis) untuk memenuhi ketentuan yang
berlaku yang diharapkan dapat berjalan secara paralel, independen dan tercipta
mekanisme saling kontrol di antaranya (kontrol internal), namun hal ini
dirasakan menjadi beban bagi petugas Rumah Sakit.
Dalam penerapannya RS Pemerintah menggunakan Sistem Cash Basis atau Kas Stelsel yaitu sistem yang hanya dicatat "penerimaan" dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat sederhana, mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping itu pengawasan menjadi lebih mudah. Penerimaan akan dicatat jika telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun anggaran yang ditentukan. Serta menggunakan Sistem Accrual Basis yaitu sistem transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak diterima atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Dengan kata lain penghasilan diakui pada saat penyerahan jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan metode aktual, harta di akui pada saat diperoleh kepemilikannya.
Dalam penerapannya RS Pemerintah menggunakan Sistem Cash Basis atau Kas Stelsel yaitu sistem yang hanya dicatat "penerimaan" dari pengeluaran uang, sehingga sebetulnya sistem ini sangat sederhana, mudah dikerjakan dan tidak memerlukan keahlian tinggi. Di samping itu pengawasan menjadi lebih mudah. Penerimaan akan dicatat jika telah diterima uang dan pengeluaran dalam satu tahun anggaran yang ditentukan. Serta menggunakan Sistem Accrual Basis yaitu sistem transaksi dan peristiwa diakui pada saat kejadian, bukan pada saat hak diterima atau dibayar, dan dicatat serta dilaporkan pada periode yang bersangkutan. Dengan kata lain penghasilan diakui pada saat penyerahan jasa, bukan pada saat kas diterima; dan biaya diakui pada saat terjadinya, buka pada saat kas dibayarkan. Dengan metode aktual, harta di akui pada saat diperoleh kepemilikannya.
Rumah Sakit Pemerintah dalam
mengelola keuangannya menggunakan sistem akuntansi yang hasil akhirnya adalah Laporan
keuangan. Walaupun Rumah Sakit Pemerintah berorientasi sosial atau nir laba,
namun dengan perubahan menjadi Unit Swadana, maka mencari laba usaha adalah
penting walaupun bukan menjadi tujuan utama pendirian Rumah Sakit tersebut.
Rumah Sakit Pemerintah menggunakan Laporan Hasil Usaha dalam melaporkan hasil
usahanya, tetapi berbeda dengan badan usaha lainnya atau Rumah Sakit yang
berbentuk PT, pada Rumah Sakit Swadana tidak ada bagian yang diserahkan kepada
pemilik sebagai dividen.
Pembuatan sebuah Neraca juga disebut laporan posisi keuangan yang menunjukkan kondisi atau posisi keuangan suatu entitas pada suatu tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan adalah : posisi dari aktiva atau harta, kewajiban dan Modal. Dalam membuat neraca keuangan rumah sakit menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan pembelanjaan dan pendekatan sumber daya.
Setelah itu di buatlah sebuah Laporan Arus Kas Rumah Sakit yang berisi informasi tentang arus kas/setara kas masuk dan ke luar selama periode tertentu yang berasal dari aktivitas operasi, investasi yang berjangka pendek dan pendanaan. Yang bertujuan untuk menilai kemampuan organisasi Rumah Sakit dalam menghasilkan kas dan menilai kebutuhan arus kas ke luarnya. Karena dengan membaca laporan arus kas dapat diketahui jumlah kas yang dihasilkan dalam suatu periode, berapa yang berasal dari kegiatan operasional, investasi dan pendanaan, berapa jumlah kas yang dikeluarkan untuk supplier, karyawan, membayar bunga, pengembalian pinjaman dan bagaimana terjadinya SHU dengan penerimaan dan engeluaran kas.
Pembuatan sebuah Neraca juga disebut laporan posisi keuangan yang menunjukkan kondisi atau posisi keuangan suatu entitas pada suatu tanggal tertentu. Yang dimaksud dengan posisi keuangan adalah : posisi dari aktiva atau harta, kewajiban dan Modal. Dalam membuat neraca keuangan rumah sakit menggunakan dua pendekatan yakni pendekatan pembelanjaan dan pendekatan sumber daya.
Setelah itu di buatlah sebuah Laporan Arus Kas Rumah Sakit yang berisi informasi tentang arus kas/setara kas masuk dan ke luar selama periode tertentu yang berasal dari aktivitas operasi, investasi yang berjangka pendek dan pendanaan. Yang bertujuan untuk menilai kemampuan organisasi Rumah Sakit dalam menghasilkan kas dan menilai kebutuhan arus kas ke luarnya. Karena dengan membaca laporan arus kas dapat diketahui jumlah kas yang dihasilkan dalam suatu periode, berapa yang berasal dari kegiatan operasional, investasi dan pendanaan, berapa jumlah kas yang dikeluarkan untuk supplier, karyawan, membayar bunga, pengembalian pinjaman dan bagaimana terjadinya SHU dengan penerimaan dan engeluaran kas.
IX. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN
Dengan
adanya penggunaan akuntansi dalam rumah sakit maka lebih mempermudah pengawasan
dan pengendalian keuangan oleh pemerintah. Dalam standar akuntansi terdapat
prinsip-prinsip yang menyebabkan laporan keuangan tidak mencerminkan realitas
ekonomi yang ada, akibatnya laporan keuangan tidak mencerminkan keadaan
sebenarnya.
Kelebihan
dari Laporan Hasil Usaha adalah Memungkinkan untuk analisis laporan keuangan,
Memungkinkan laporan pertanggungjawaban manajemen. Kekurangan dari sebuah
Laporan Hasil Usaha yakni digunakan hanya untuk melihat berapa besar pendapatan
saja, keuntungan diserahkan pada pemerintah di lihat dari laporan
Kelebihan
dari Neraca adalah dapat mengetahui Laporan sisa hasil usaha Rumah Sakit, dapat
melihat Kemampuan melunasi kewajiban jangka pendeknya, mengetahui Jumlah total
harta dan susunannya serta Jumlah akumulasi Modal. Kekurangan dari Neraca yakni
Merupakan laporan historis dari semua transaksi di masa lalu akibatnya tidak
bisa menunjukkan nilai saat ini (Current value), dalam neraca digunakan uang
sebagai sebuah ukuran sedangkan uang memiliki nilai yang tidak stabil, tidak
dapat mengukur semua sumber daya rumah sakit, Pos-pos neraca hanya memberikan
indikasi atas nilai secara umum.(Contoh Neraca Rumah Sakit terlampir).
Dari laporan arus kas rumah sakit dapat diketahui kelebihannya yakni jumlah keluar masuk kas dapat terkontrol dengan baik, dengan leporan keungan yang baik kredibilitas kepada rumah sakit meningkat. Kekurangannya yakni dari banyaknya penggunaan kas dalam rumah sakit lebih mudah di manipulasi dan fiktifkan.
Dari laporan arus kas rumah sakit dapat diketahui kelebihannya yakni jumlah keluar masuk kas dapat terkontrol dengan baik, dengan leporan keungan yang baik kredibilitas kepada rumah sakit meningkat. Kekurangannya yakni dari banyaknya penggunaan kas dalam rumah sakit lebih mudah di manipulasi dan fiktifkan.
X. KENDALA
DAN HAMBATAN AKUNTANSI RUMAH SAKIT PEMERINTAH
a. Ketepatan waktu; Laporan yang tertunda dapat menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya untuk menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi keandalan informasi. Untuk mengimbangkan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan merupakan pertimbangan yang menentukan.
b. Keseimbangan biaya dan manfaat; Biaya membuat informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan ini jelas berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan akuntansi yang dipilih.
a. Ketepatan waktu; Laporan yang tertunda dapat menghasilkan informasi yang kurang relevan. Sebaliknya untuk menghasilkan informasi yang tepat waktu seringkali mengurangi keandalan informasi. Untuk mengimbangkan antara relevansi dan keandalan, kebutuhan pengambil keputusan merupakan pertimbangan yang menentukan.
b. Keseimbangan biaya dan manfaat; Biaya membuat informasi jelas harus lebih rendah dari manfaatnya. Pertimbangan ini jelas berdampak pada cara pencatatan dan penyajian laporan akuntansi yang dipilih.
c. Masih minimnya kesadaran pegawai
rumah sakit untuk menerapkan pelaporan keuangan secara bersih dan transparan
sesuai dengan ketentuan standar akuntansi keuangan.
d. Rumah Sakit sebagai unit sosial dihadapkan pada semakin langkanya sumber dana untuk membiayai kebutuhannya, padahal di lain pihak Rumah Sakit diharapkan dapat bekerja dengan tarif yang dapat terjangkau oleh masyarakat luas.
e. Masih sulitnya Rumah Sakit Pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas peranan akuntansi pertanggungjawaban dalam mengendalikan dan mengevaluasi kinerja manajemen rumah sakit
d. Rumah Sakit sebagai unit sosial dihadapkan pada semakin langkanya sumber dana untuk membiayai kebutuhannya, padahal di lain pihak Rumah Sakit diharapkan dapat bekerja dengan tarif yang dapat terjangkau oleh masyarakat luas.
e. Masih sulitnya Rumah Sakit Pemerintah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas peranan akuntansi pertanggungjawaban dalam mengendalikan dan mengevaluasi kinerja manajemen rumah sakit
f. Dalam Rumah Sakit Masih banyak
terdapat Earning management merupakan praktek yang membuat laporan keuangan
dapat diatur karena disajikan menurut tujuan dari penyusunnya.
XI. SIKLUS
TRANSAKSI RUMAH SAKIT
Siklus
transaksi rumah sakit, yaitu siklus pendapatan, siklus pengeluaran, siklus
pelayanan, dan siklus keuangan, dan siklus pelaporan keuangan, seperti
tergambar dalam ilustrasi di bawah ini.
Model Siklus Transaksi
|
Model Siklus Transaksi
|
Siklus
|
Pendapatan
|
Siklus
|
Pengeluaran
|
Siklus
|
Pelayanan
|
Siklus Keuangan
|
Peristiwa Ekonomi
|
(
|
Transaksi
|
)
|
Siklus
|
Pelaporan
|
Keuangan
|
Laporan
|
Keuangan
|
1. Siklus pendapatan terkait dengan pemberian jasa pelayanan rumah sakit kepada pasien atau pihak lain dan penerimaan pembayaran pasien atau tagihan dari pihak lain.
2. Siklus pengeluaran terkait dengan pengadaan barang dan/atau jasa dari pihak lain dan pelunasan utang dan kewajibannya.
3. Siklus produksi/pelayanan terkait dengan transformasi sumber daya rumah sakit menjadi jasa pelayanan rumah sakit.
4. Siklus keuangan terkait dengan perolehan dan pengelolaan capital fund (dana modal), seperti modal kerja (sumber dana kas atau dana likuid lainnya) dan sumber dana jangka panjang.
5. Siklus pelaporan keuangan tidak terkait dengan siklus operasi (operating cycle) sebagaimana empat siklus pertama di atas. Siklus ini memperoleh data operasi dan akuntansi dari siklus yang lain dan memprosesnya menjadi laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi berterima umum.
A. Siklus Pendapatan
Siklus pendapatan (revenue cycle) di RSUD A terdiri dari beberapa fungsi seperti pemberian jasa pelayanan rumah sakit kepada pasien, penerimaan kas, dan pengelolaan piutang.
a)
Pemberian Pelayanan
Fungsi
pemberian pelayanan rumah sakit (usaha) terdiri dari sub fungsi pelayanan medis
dan pelayan non medis dan uraiannya sebagai berikut:
Pelayanan medis yang terbagi lagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:
1. pelayanan medis yaitu jasa yang terkait langsung dengan pelayanan dokter kepada masyarakat.
2. pelayanan keperawatan yaitu jasa yang terkait langsung dengan pelayanan keperawatan kepada masyarakat.
3. penunjang medis yaitu jasa yang berfungsi sebagai pendukung di dalam peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat, yaitu:
1) penunjang medis yang berhubungan dengan pasien
a)
Farmasi
b)
Laboratorium
c)
Fisioterapi
d)
Radiologi
e)
Pemulasaran
jenazah
f)
Central Sterile
Supply Department (CSSD)
g)
Operatie Khamer
(OK)
h)
Hemodialisis
2) penunjang medis yang tidak berhubungan dengan pasien
a) Instalasi Pemeliharaan Sarana dan Prasarana Rumah Sakit (IPSRS)
b) Sistem Informasi Manajemen
c) Laundry
Pelayanan non-medis yaitu jasa yang berfungsi di dalam peningkatan mutu kinerja rumah sakit, namun tidak terkait secara langsung dengan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, misalnya administrasi.
1. Penerimaan
Kas
Sumber penerimaan kas rumah sakit yang terkait dengan
operasi rumah sakit terdiri dari tiga bagian, yaitu:
Penerimaan hasil usaha rumah sakit
Pendapatan operasional
pendapatan rawat jalan;
pendapatan rawat inap;
pendapatan tindakan medis;
pendapatan penunjang medis;
pendapatan operasional lainnya.
Penghasilan non operasional
pendapatan jasa lembaga keuangan;
pendapatan kerja sama operasi (KSO);
pendapatan sewa
Penerimaan hibah
Penerimaan anggaran APBN/D
2. Pengelolaan
Piutang
Fungsi pengelolaan piutang tidak
terlepas dari fungsi pemberian jasa pelayanan dan mencakup sub fungsi
penerimaan kas dari pencairan piutang, penagihan, dan sub fungsi piutang usaha
itu sendiri yang bertugas memelihara informasi piutang pasien/ pihak lain
secara berkelanjutan.
B.
Siklus
Pengeluaran
Siklus pengeluaran (expenditure cycle) di RSUD
A mencakup
fungsi-fungsi yang terkait dengan pengadaan barang dan atau jasa yang digunakan
oleh rumah sakit dalam menjalankan usahanya. Fungsi dalam siklus ini terdiri
dari proses seleksi pemasok (vendor
selection), permintaan pembelian (requisitioning),
pembelian (purchasing), utang usaha (accounts payable), dan akuntansi
pengupahan (payroll accounting).
a.) Pembelian
Pembelian/pengadaan barang dan
jasa di rumah sakit mengacu pada Peraturan
Presiden Nomor 54
tahun 2010
dan peraturan perubahannya, serta Peraturan Bupati A nomor XX tahun 20XX. Pengadaan barang dan jasa yang
sumber dananya berasal dari:
a.
APBD
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah);
b.
APBN
(Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara).
Menggunakan dasar Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010, sedangkan pengadaan barang dan
jasa yang sumber dananya dari:
a.
Pendapatan
jasa layanan/ operasional;
b.
Hibah
tidak terikat;
c.
Hasil
kerjasama/ KSO dengan pihak lain; dan
d. Pendapatan
lain-lain RSUD A yang sah.
Menggunakan
dasar Peraturan Bupati nomor XX tahun 20XX yang berdasarkan ketentuan pasal XXX,
Permendagri Nomor 61 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Pengelolaan Keuangan
BLUD.
1.Jenis pengadaan barang/jasa
1.Pengadaan barang/jasa yang memerlukan penyedia barang/ jasa
3) Pengadaan Barang
4) Pengadaan Jasa Pemborongan
5) Pengadaan Jasa Konsultasi
6) Pengadaan Jasa Lainnya
2.Pelaksanaan pengadaan barang/jasa dengan swakelola
2.Metoda pemilihan penyedia barang/jasa pemborongan/jasa lainnya terdiri dari
1.pelelangan umum
2.pelelangan terbatas
3.pemilihan langsung,
4.penunjukan langsung.
b.) Pengelolaan
Utang
Fungsi
pengelolaan utang bertugas untuk melakukan pembayaran kepada rekanan/pemasok.
Untuk dapat memastikan bahwa pelunasan utang sesuai dengan dokumen-dokumen yang
terkait dengan pembelian, perlu dilakukan matching
process, yaitu semua dokumen dikumpulkan, diverifikasi, dan ditelaah
sebelum dilakukan pembayaran.
c.) Pengupahan
Sistem pengupahan melibatkan
seluruh payroll process dan personnel reporting dan menyajikan
informasi terkait dengan personalia, seperti ketrampilan pegawai, pajak, dan
potongan-potongan karyawan. Sistem
pengupahan RSUD A
mencakup pegawai tetap yang sekaligus merupakan Pegawai Negeri Sipil dan
pegawai tidak tetap (honorer daerah dan kontrak) dengan remunerasi dalam bentuk
gaji, insentif, dan/atau honor.
B.
Siklus
Produksi/Pelayanan
Di dalam perusahaan manufaktur
salah satu siklus akuntansi adalah siklus produksi, sedangkan dalam bidang jasa
siklus ini identik dengan siklus pelayanan. Siklus
pelayanan di RSUD A mencakup pengelolaan pelayanan, pengelolaan persediaan,
akuntansi biaya, dan akuntansi aset.
1. Pengelolaan
Pelayanan
Pengelolaan
pelayanan dalam rumah sakit terkait sekali dengan sistem akuntansi biaya.
Khusus untuk RSUD A, unit cost
(sistem biaya per unit) menjadi pilihan dalam penerapan sistem akuntansi biaya.
Dalam unit cost ini, biaya yang
terjadi di rumah sakit didistribusikan ke setiap pelayanan yang diberikan
kepada pasien.
2. Pengelolaan
Persediaan
Pengelolaan persediaan di RSUD
A berfokus pada
serangkaian pencatatan persediaan dan laporannya terkait dengan penggunaan
persediaan, saldo akhir persediaan, dan tingkat persediaan minimum ataupun
maksimum. Untuk itu, penentuan saat pemesanan kembali barang untuk menjaga
ketersediaan barang (reorder point)
dan prosedurnya disusun agar biaya penyimpanan persediaan dapat diminimalkan.
3.Pengelolaan
Aset Tetap
Pengelolaan aset tetap terkait
dengan 1) pencatatan yang memadai mengenai deskripsi aset, biaya perolehan, dan
lokasi penempatan aset tersebut; 2) penghitungan penyusutan untuk keperluan
akuntansi dan pajak; 3) dan manajemen laporan terkait dengan rencana dan
pengendalian untuk setiap jenis aset.
C.
Siklus
Keuangan
Sebagaimana telah diuraikan di
sub bab sebelumnya, siklus keuangan terkait dengan perolehan dan pengelolaan capital fund (dana modal), seperti modal
kerja (sumber dana kas atau dana likuid lainnya) dan sumber dana jangka
panjang.
·
Pengelolaan Kas Masuk
Kas
di RSUD A merupakan harta rumah sakit yang paling likuid dan
memerlukan pengendalian yang sangat ketat. Pengelolaan kas masuk mencakup
fungsi penyetoran penerimaan, sentralisasi penanganan kas, dokumentasi bukti
pendukung, dan pemisahan fungsi pencatatan dan penyimpanan kas.
·
Pengelolaan Kas Keluar
Pengelolaan
kas keluar memfokuskan pada pemeriksaan bukti kas keluar dan pemisahan fungsi
otorisasi dan pembayaran.
D.
Siklus
Pelaporan Keuangan
Sebagaimana dijelaskan di sub bab
di awal, siklus pelaporan keuangan tidak terkait dengan siklus operasi yang
terdiri dari keempat siklus di atas. Laporan keuangan, yang merupakan bentuk
pertanggungjawaban pengelolaan keuangan di RSUD A, dihasilkan dari siklus ini
menjadi sebuah rerangka (framework)
dalam melakukan analisis terhadap usaha rumah sakit.
SUMBER : DARI BERBAGAI ARTIKEL