Peranan Dewan
Komisaris dan Komite Audit dalam Pelaksanaan Corporate Governance ( Tata Kelola Perusahaan )
1. Pengertian
Corporate Governance (Tata Kelola
Perusahaan)
Hingga saat ini masih ditemui definisi
yang bermacam-macam tentang Corporate Governance. Namun demikian umumnya
mempunyai maksud dan pengertian yang sama. FCGI dalam publikasi yang
pertamanya mempergunakan definisi Cadbury Committee, yaitu: "seperangkat
peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola)
perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang
kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan
kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan." Disamping itu FCGI juga
menjelaskan, bahwa tujuan dari Corporate Governance adalah "untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan
(stakeholders)." Secara lebih rinci, terminologi Corporate
Governance dapat dipergunakan untuk menjelaskan peranan dan perilaku
dari Dewan Direksi, Dewan komisaris, pengurus (pengelola) perusahaan, dan para
pemegang saham.
Sebagaimana yang diuraikan oleh OECD (Organization for Economic Co-operation and
development), ada empat unsur penting dalam Corporate Covernance, yaitu:
1.
Fairness (Keadilan).
Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang
saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya
komitmen dengan para investor.
2.
Transparency (Transparansi).
Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan
dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan,
dan kepemilikan perusahaan.
3.
Accountability (Akuntabilitas).
Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin
penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang
diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam Two Tiers System).
4.
Responsibility (Pertanggungjawaban).
Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan
dipatuhinya nilai-nilai sosial.(OECD Business Sector Advisory Group on
Corporate Governance, 1998) Prinsip-prinsip Corporate Governance dari OECD
menyangkut hal-hal sebagai berikut:
1.
Hak-hak para Pemegang Saham;
2.
Perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham;
3.
Peranan semua pihak yang berkepentingan (stekeholders) dalam Corporate
Governance;
4.
Transparansi dan Penjelasan;
5.
Peranan Dewan Komisaris.
Walaupun banyak pendapat tentang
definisi dan tujuan Corporate Governance, namun demikian ada prinsip dasar yang
berlaku universal. Sebagai gambaran, untuk berhasil di pasar yang bersaing,
suatu perusahaan harus mempunyai pengelola perusahaan yang inovatif, yang bersedia
untuk mengambil risiko yang wajar, dan yang senantiasa mengembangkan strategi
baru untuk mengantisipasi situasi yang berubah-ubah.
Hal ini menuntut manajemen sebagai
pengurus perusahaan mempunyai ruang gerak untuk bertindak bebas dan didorong
untuk bertindak untuk kepentingan investor atau penanam modal. Contoh, baru-baru
ini Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) memberikan sanksi kepada tiga perusahaan
yang terdaftar di Bursa. Salah satu diantaranya terbukti melaksanakan transaksi
pinjaman senilai Rp. 10 milyar kepada 64% pemegang sahamnya tanpa persetujuan
dari pemegang saham lainnya. Hal ini dianggap melanggar ketentuan BAPEPAM
mengenai benturan kepentingan.(Bisnis Indonesia, "Bapepam kenakan sanksi
kepada 3 emiten dan 4 sekuritas". www.bisnis.com)
Karenanya ketentuan-ketentuan dan prosedur
diperlukan untuk menjaga kepentingan penanam modal di mana termasuk di
dalamnya: "pengelolaan pengawasan yang independen, transparansi atas
kinerja perusahaan,kepemilikan, dan pengendalian; dan partisipasi dalam
keputusan yang fundamental oleh para pemegang saham - dengan perkataan lain
harus dipatuhinya 'Corporate Governance'." (Egon Zehnder
International, 2000: p. 12-13)
2.
Dewan Komisaris di Indonesia: Undang-Undang Perseroan Terbatas (UUPT 1995), Code of Conduct, dan peraturan-peraturan
khusus tertentu lainnya.
Dewan
Komisaris dalam One Tier System (Anglo Saxon) dan dalam Two Tiers System
(Kontinental Eropa).
Berkenaan dengan bentuk Dewan dalam
sebuah perusahaan, terdapat dua sistem yang berbeda yang berasal dari dua
sistem hukum yang berbeda, yaitu Anglo Saxon dan dari Kontinental Eropa. Sistem
Hukum Anglo Saxon mempunyai Sistem Satu Tingkat atau One Tier System.
Di sini perusahaan hanya mempunyai satu Dewan Direksi yang pada umumnya
merupakan kombinasi antara manajer atau pengurus senior (Direktur Eksekutif)
dan Direktur Independen yang bekerja dangan prinsip paruh waktu (Non Direktur
Eksekutif). Pada dasarnya yang disebut belakangan ini diangkat karena
kebijakannya, pengalamannya dan relasinya. Negara-negara dengan One Tier
System misalnya Amerika Serikat dan Inggris.
Sistem Hukum Kontinental Eropa mempunyai
Sistem Dua Tingkat atau Two Tiers System. Di sini perusahaan
mempunyai dua badan terpisah, yaitu Dewan Pengawas (Dewan Komisaris) dan Dewan
Manajemen (Dewan Direksi). Yang disebutkan terakhir, yaitu Dewan Direksi,
mengelola dan mewakili perusahaan di bawah pengarahan dan pengawasan Dewan Komisaris.
Dalam sistem ini, anggota Dewan Direksi diangkat dan setiap waktu dapat diganti
oleh badan pengawas (Dewan Komisaris). Dewan Direksi juga harus memberikan
informasi kepada Dewan Komisaris dan menjawab hal-hal yang diajukan oleh Dewan
Komisaris. Sehingga Dewan Komisaris terutama
bertanggungjawab untuk mengawasi tugas-tugas manajemen.
Dalam hal ini Dewan Komisaris tidak
boleh melibatkan diri dalam tugas-tugas manajemen dan tidak boleh mewakili
perusahaan dalam transaksi-transaksi dengan pihak ketiga. Anggota Dewan
Komisaris diangkat dan diganti dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
Negara-negara dengan Two Tiers System adalah Denmark, Jerman, Belanda,
dan Jepang. Karena sistem hukum Indonesia berasal dari sistem hukum Belanda,
maka hukum perusahaan Indonesia menganut Two Tiers System untuk struktur
dewan dalam perusahaan.
Meskipun demikian dalam sistem hukum
dewasa ini terdapat pula perbedaan-perbedaan yang cukup penting termasuk di
dalamnya adalah hak dan kewajiban Dewan Komisaris dimana dalam keadaan yang
umum tidak termasuk kewenangan Dewan Komisaris untuk menunjuk dan memberhentikan
direksi.
Peranan Dewan Komisaris dalam Suatu Perusahaan.
Dewan Komisaris memegang peranan yang
sangat penting dalam perusahaan, terutama dalam pelaksanaan Good Corporate
Governance. Menurut Egon Zehnder, Dewan Komisaris - merupakan inti dari
Corporate Governance - yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan,
mengawasi manajemen dalam mengelola perusahaan, serta mewajibkan terlaksananya
akuntabilitas. Pada intinya, Dewan Komisaris merupakan suatu mekanisme
mengawasi dan mekanisme untuk memberikan petunjuk dan arahan pada pengelola perusahaan.
Mengingat manajemen yang bertanggungjawab untuk meningkatkan efisiensi dan daya
saing perusahaan - sedangkan Dewan Komisaris bertanggungjawab untuk mengawasi
manajemen - maka Dewan Komisaris merupakan pusat ketahanan dan kesuksesan
perusahaan. (Egon Zehnder International, 2000 hal.12-13) Lebih lanjut
tugas-tugas utama Dewan Komisaris meliputi:
1.
Menilai dan mengarahkan strategi perusahaan, garis-garis besar rencana kerja,
kebijakan pengendalian risiko, anggaran tahunan dan rencana usaha, menetapkan
sasaran kerja, mengawasi pelaksanaan dan kinerja perusahaan, serta memonitor
penggunaan modal perusahaan, investasi dan penjualan aset
2.Menilai
sistem penetapan penggajian pejabat pada posisi kunci dan penggajian anggota
Dewan Direksi, serta menjamin suatu proses pencalonan anggota Dewan Direksi
yang transparan dan adil;
3.
Memonitor dan mengatasi masalah benturan kepentingan pada tingkat manajemen,
anggota Dewan Direksi dan anggota Dewan Komisaris, termasuk penyalahgunaan aset
perusahaan dan manipulasi transaksi perusahaan;
4.
Memonitor pelaksanaan Governance, dan mengadakan perubahan di mana perlu;
5.
Memantau proses keterbukaan dan efektifitas komunikasi dalam perusahaan.(OECD
Principles of Corporate Governance)
Persyaratan
untuk Dewan Komisaris Menurut Undang-Undang yang Berlaku di Indonesia
Menurut Undang-Undang Perseroan Terbatas
(UUPT), yaitu Pasal 97 UUPT, Komisaris bertugas mengawasi kebijaksanaan Direksi
dalam menjalankan perusahaan serta memberikan nasihat kepada Direksi. Lebih
lanjut Pasal 98 UUPT menegaskan, bahwa Komisaris wajib dengan itikad baik dan
penuh tanggung jawab menjalankan tugas untuk kepentingan perseroan. Disamping
itu UUPT juga menetapkan, bahwa orang yang dapat diangkat sebagai anggota Dewan
Komisaris adalah orang perseorangan yang mampu melaksanakan perbuatan hukum dan
tidak pernah dinyatakan pailit, atau orang yang pernah dihukum karena melakukan
tindak pidana yang merugikan keuangan negara dalam waktu 5 (lima) tahun sebelum
pengangkatannya sebagai anggota Dewan Komisaris.
Mengenai kepemilikan saham anggota Dewan
Komisaris, UUPT menetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris wajib melaporkan
kepada perusahaan tentang kepemilikan sahamnya dan atau anggota keluarganya pada
perusahaan tersebut atau perusahaan lain. Komisaris sebuah perusahaan diangkat
oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Mereka diangkat untuk suatu periode
tertentu, dan apabila dimungkinkan, mereka bisa diangkat kembali. Dalam
Anggaran Dasar diatur tata cara pencalonan, pengangkatan dan pemberhentian anggota
Dewan Komisaris, tanpa mengurangi hak pemegang saham dalam pencalonan tersebut.
Akhirnya, UUPT menetapkan, bahwa anggota Dewan Komisaris dapat diberhentikan
atau diberhentikan sementara oleh RUPS.
Bagaimana dalam prakteknya?
Aktifnya peranan Dewan Komisaris dalam
praktek sangat tergantung pada lingkungan yang diciptakan oleh perusahaan yang
bersangkutan. Dalam beberapa kasus memang ada baiknya Dewan Komisaris memainkan
peranan yang relatif pasif, namun di Indonesia sering terjadi anggota Dewan Komisaris
bahkan sama sekali tidak menjalankan peran pengawasannya yang sangat mendasar
terhadap Dewan Direksi. Dewan Komisaris seringkali dianggap tidak memiliki
manfaat. Hal ini dapat dilihat dalam fakta, bahwa banyak anggota Dewan
Komisaris tidak memiliki kemampuan, dan tidak dapat menunjukkan independensinya
(sehingga, dalam banyak kasus, Dewan Komisaris juga gagal untuk mewakili
kepentingan stakeholders lainnya selain daripada kepentingan pemegang
saham mayoritas). Persoalan independensi juga muncul dalam hal penggajian Dewan
Komisaris didasarkan pada persentase gaji Dewan Direksi. Kepemilikan saham yang
terpusat dalam satu kelompok atau satu keluarga, dapat menjadi salah satu penyebab
lemahnya posisi Dewan Komisaris, karena pengangkatan posisi anggota Dewan Komisaris
diberikan sebagai rasa penghargaan semata maupun berdasarkan hubungan keluarga
atau kenalan dekat. Di Indonesia, mantan pejabat pemerintahan ataupun yang
masih aktif, biasanya diangkat sebagai anggota Dewan Komisaris suatu perusahaan
dengan tujuan agar mempunyai akses ke instansi pemerintah yang bersangkutan.
Dalam hal ini integritas dan kemampuan Dewan Komisaris seringkali menjadi
kurang penting. Pada gilirannya independensi Dewan Komisaris menjadi sangat diragukan
karena hubungan khususnya dengan pemegang saham mayoritas ataupun hubungannya
dengan Dewan Direksi ditambah kurangnya integritas serta kemampuan Dewan
Komisaris. (Herwidayatmo, 2000: hal. 6-7)
3.
Apa itu Komisaris Independen?
Proposal
FCGI tentang Komisaris Independen
Seharusnya ada definisi yang jelas
tentang komisaris "ekstern" atau komisaris "independen".
Dalam hubungan ini, FCGI mengusulkan agar dipergunakan definisi yang diterima
dalam lingkup internasional yaitu Komisaris "ekstern"atau
"independen". Kriteria Komisaris Independen diambil oleh FCGI dari
kriteria otoritas bursa efek Australia tentang Outside Directors. Kriteria
untuk Outside Directors dalam One Tier System tersebut telah
diterjemahkan menjadi kriteria untuk Komisaris Independen dalam position paper
FCGI kepada NCCG. Kriteria tentang Komisaris Independen tersebut adalah sebagai
berikut: 1. Komisaris Independen bukan merupakan anggota manajemen;
2.
Komisaris Independen bukan merupakan pemegang saham mayoritas, atau seorang
pejabat dari atau dengan cara lain yang berhubungan secara langsung atau tidak
langsung dengan pemegang saham mayoritas dari perusahaan;
3.
Komisaris Independen dalam kurun waktu tiga tahun terakhir tidak dipekerjakan
dalam kapasitasnya sebagai eksekutif oleh perusahaan atau perusahaan lainnya
dalam satu kelompok usaha dan tidak pula dipekerjakan dalam kapasitasnya
sebagai komisaris setelah tidak lagi menempati posisi seperti itu;
4.
Komisaris Independen bukan merupakan penasehat profesional perusahaan atau
perusahaan lainnya yang satu kelompok dengan perusahaan tersebut;
5.
Komisaris Independen bukan merupakan seorang pemasok atau pelanggan yang
signifikan dan berpengaruh dari perusahaan atau perusahaan lainnya yang satu
kelompok, atau dengan cara lain berhubungan secara langsung atau tidak langsung
dengan pemasok atau pelanggan tersebut;
6.
Komisaris independen tidak memiliki kontraktual dengan perusahaan atau perusahaan
lainnya yang satu kelompok selain sebagai komisaris perusahaan tersebut;
7.
Komisaris Independen harus bebas dari kepentingan dan urusan bisnis apapun atau
hubungan lainnya yang dapat, atau secara wajar dapat dianggap sebagai campur
tangan secara material dengan kemampuannya sebagai seorang komisaris untuk
bertindak demi kepentingan yang menguntungkan perusahaan. (Forum for Corporate Governance
in Indonesia: 2000; p. 6)
Terminologi
mendasar mengenai Independensi
Independensi Profesional adalah suatu
bentuk sikap mental yang sulit untuk dapat dikendalikan karena berhubungan
dengan integritas seseorang. Melaksanakan "fit and proper test"
terhadap kandidat yang akan menduduki jabatan tertentu di perusahaan merupakan
salah satu usaha mengetahui independensi profesional. Akan tetapi, integritas
independensi seseorang lebih ditentukan oleh apa yang sebenarnya diyakininya
dan dilaksanakannya dalam kenyataan (in fact) dan bukan oleh apa yang
terlihat (in appearance).
1. (The
Indonesian Institute of Corporate Governance (IICG): 2000, p. 6)
Lebih
lanjut, dalam menyelenggarakan suatu "fit and proper test", pemberian
kesempatan yang sama (equal opportunity) terhadap setiap orang untuk menempati
suatu jabatan akan menuju kepada seleksi calon-calon yang lebih memenuhi syarat
dan adil.
Komisaris
Independen menurut Peraturan Bursa Efek Jakarta
Keberadaan Komisaris Independen telah
diatur Bursa Efek Jakarta melalui peraturan BEJ tanggal 1 Juli 2000.
Dikemukakan bahwa perusahaan yang listed di Bursa harus mempunyai Komisaris
Independen yang secara proporsional sama dengan jumlah saham yang dimiliki
pemegang saham yang minoritas (bukan controlling shareholders). Dalam
peraturan ini, persyaratan jumlah minimal Komisaris Independen adalah 30% dari
seluruh anggota Dewan Komisaris. Beberapa kriteria lainnya tentang Komisaris Independen
adalah sebagai berikut:
1.
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan afiliasi dengan pemegang saham
mayoritas atau pemegang saham pengendali (controlling shareholders)
Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
2.
Komisaris Independen tidak memiliki hubungan dengan direktur dan/atau komisaris
lainnya Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
3.
Komisaris Independen tidak memiliki kedudukan rangkap pada perusahaan lainnya
yang terafiliasi dengan Perusahaan Tercatat yang bersangkutan;
4.
Komisaris Independen harus mengerti peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal;
5.
Komisaris Independen diusulkan dan dipilih oleh pemegang saham minoritas yang
bukan merupakan pemegang saham pengendali (bukan controlling shareholders)
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
4.
Dewan Komisaris dan Komite-komite
Telah diketahui secara umum bahwa untuk
dapat bekerja secara tepat guna dalam suatu lingkungan usaha yang kompleks Dewan
Komisaris harus mendelegasikan beberapa tugas mereka kepada komite-komite. Adanya
komite-komite ini merupakan suatu sistem yang bermanfaat untuk dapat melaksanakan
pekerjaan Dewan Komisaris secara lebih rinci dengan memusatkan perhatian Dewan Komisaris
kepada bidang khusus perusahaan atau cara pengelolaan yang baik (Governance)
oleh manajemen. Komite-komite yang pada umumnya dibentuk adalah Komite Kompensasi/Remunerasi
untuk badan eksekutif dalam perusahaan, Komite Nominasi, dan Komite Audit.
Berdasarkan praktek yang umum berlaku di dunia internasional disarankan bahwa anggota
komite-komite tersebut diisi oleh anggota Komisaris Independen. Walaupun komite-komite
tersebut belum merupakan hal yang umum terdapat di berbagai bagian dunia, namun
kecendurangan akan menyebar sejalan dengan perkembangan perusahaan, serta
masalah yang lebih kompleks dan yang lebih luas. Dewan Komisaris harus
mempertimbangkan untuk mengangkat seorang komisaris dan menetapkan suatu
kebijakan tentang pergantian ketua komite-komite tersebut. Hal ini dilakukan
untuk memastikan bahwa setiap komisaris mendapat kesempatan untuk ikut serta sesuai
dengan caranya dan masing-masing untuk memperoleh pandangan-pandangan baru.
Dalam Corporate Governance terdapat tiga komite yang memiliki peranan penting,
yaitu:
a.
Komite Kompensasi/Remunerasi (Compensation/Remuneration Committee)
Membuat rekomendasi terhadap
keputusan-keputusan yang menyangkut remunerasi/kompensasi untuk Dewan Direksi
dan kebijakan- kebijakan kompensasi lainnya, termasuk hubungan antara prestasi
perusahaan dengan kompensasi bagi eksekutif perusahaan dalam hal ini CEO.
b.
Komite Nominasi (Nomination/Governance Committee)
Mengawasi proses pencalonan komisaris
dan direksi, menyeleksi para kandidat yang akan dicalonkan, dan mengusulkan
kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedur tentang struktur dewan dan proses
nominasinya.
c.
Komite Audit (Audit Committee)
Memberikan suatu pandangan tentang
masalah akuntansi, laporan keuangan dan penjelasannya, sistem pengawasan
internal serta auditor independen.(Egon Zehnder International, 2000: p. 21)
5.
Komite Remunerasi
Komite remunerasi atau di Amerika
Serikat disebut compensation committee, bertugas untuk menentukan
besaran kompensasi atau gaji dan bonus bagi direksi dan komisaris. Agar dapat
bekerja secara efektif dan objektif, maka komite ini harus hanya beranggotakan
direktur independen. Selain itu, komite ini harus mempekerjakan penasihat/advisor dari
pihak eksternal yang langsung melapor kepada komite kompensasi. Penasihat ini
digaji langsung oleh komite remunerasi untuk menjaga objektivitas dan
independeninya dari pihak manajemen.
Untuk memastikan efektvitas komite
remunerasi, Council of Institutional Investor (CII)
merekomendasikan beberapa prinsip. Prinsip tersebut terkait dengan struktur,
tanggung jawab dan proksi pengungkapan. Struktur komite remunerasi harus
terdiri dari komisaris independen untuk menjaga objektivitas dan independensinya.
Dalam hal pengungkapan, komite remunerasi harus mengungkapkan seluruh aspek
dalam kompensasi manajemen secara menyeluruh dan wajar dalam bahasa yang mudah
dipahami agar pemegang saham dapat memahami bagaimana dan berapa banyak
manajemen digaji.
Secara umum tanggung jawab komite
remunerasi adalah menentukan besaran gaji atau kompensasi yang diterima direksi
maupun komisaris. Tanggung jawab komite remunerasi yang lebih rinci diuraikan
oleh CII sebagai berikut:
a. Mengembangkan, menyetujui, memantau,
dan mengungkapkan gaji eksekutif perusahaan, mempertimbangkan berbagai komponen
pembayaran, bauran dari kas dan penghargaan ekuitas, dan hubungan eksekutif
untuk membayar kompensasi karyawan lain.
b. Mengawasi semua aspek kompensasi
eksekutif bagi para eksekutif puncak, untuk memastikan adil, tidak
diskriminatif, bermanfaat, dan memandang ke depan.
c. Pelaksana pembayaran untuk kinerja
kompensasi eksekutif didorong terutama oleh kinerja dan penghargaan atas
kinerja yang superior.
d. Meninjau kinerja individu setiap
tahunnya dalam kelompok pengawasan (komisaris) dan menyetujui bonus mereka,
pesangon, penghargaan berbasis ekuitas, kematian/kecelakaan, pensiun, pemecatan
dengan atau tanpa sebab, perubahan kontrol, dan pengunduran diri.
e. Dengan asumsi akuntabilitas untuk
operasi komite, termasuk menghadiri semua pertemuan pemegang saham tahunan dan
khusus, yang tersedia untuk merespon langsung ke pertanyaan mengenai kompensasi
eksekutif, melaporkan kegiatannya kepada direksi independen dari dewan
perusahaan, dan mempersiapkan dan bertanggung jawab atas laporan komite
kompensasi termasuk dalam bahan proksi tahunan.
f. Bertanggung jawab untuk
mempekerjakan, mempertahankan, dan memecat ahli independen termasuk penasihat
hukum, penasihat keuangan, dan konsultan sumber daya manusia saat negosiasi
kontrak dengan para eksekutif.
Peran komite remunerasi sangat
penting dalam tata kelola perusahaan. Aturan SEC mewajibkan perusahaan publik
untuk menjelaskan proses dan prosedur komite remunerasi. Perusahaan harus
menjelaskan ruang lingkup dan kewenangan komite remunerasi, sifat dan tingkat
kewenagan yang didelegasikan komite remunerasi kepada pihak lain, serta
berbagai aspek di mana konsultan dan komite bekerja sama untuk merekomendasikan
besaran kompensasi direksi dan komisaris. Apabila perusahaan mempekerjakan
akuntan, maka harus diungkapkan nama masing-masing konsultan, keterlibatan
dengan komite nominasi dan sifat, dan ruang lingkup tugas konsultan.
Untuk memenuhi tugasnya, komite
remunerasi harus menyusun prosedur kebijakan pembayaran dan penghargaan atas
kinerja manajemen yang unggul. Terdapat 10 aspek utama dalam laporan komite
remunerasi:
1. Komposisi komite remunerasi,
termasuk jumlah anggota, nama anggota, kualifikasi anggota, dan independensi
anggota.
2. Tujuan dan pelaksanaan program
kompensasi direktur dan eksekutif, termasuk kebijakan “say on pay” dari
pemegang saham.
3. Kebijakan dan prosedur komite
remunerasi.
4. Rincian kompensasi direksi individu
dan pegawai lain, termasuk gaji, bonus, saham, dan opsi saham.
5. Persetujuan oleh pemegang saham atas
rencana kompensasi berbasis saham dan biaya rencana tersebut.
6. Kebijakan dan praktik akuntansi
untuk pengakuan atau pengungkapan biaya yang terkait dengan kompensasi berbasis
saham.
7. Sarana menghubungi dewan komisaris
perusahaan, terutama anggota komite remunerasi.
8. Informasi yang relevan tentang
konsultan kompensasi independen.
9. Kebijakan perusahaan dalam menarik
kembali bonus eksekutif yang disebabkan oleh laporan keuangan yang menyesatkan
yang kemudian disajikan kembali.
10. Prosedur untuk persetujuan rencana
opsi saham karyawan dan eksekutif kunci, baik oleh pemegang saham atau dewan
perwakilan komisaris, administrasi rencana tersebut dan penentuan tanggal hibah
mereka oleh komite remunerasi.
Terdapat 12 faktor penentu komite
remunerasi yang efektif:
1. Semua perusahaan publik harus
memiliki komite remunerasi dewan komisaris mereka, yang secara langsung
bertanggung jawab untuk menentukan tingkat dan struktur rencana kompensasi yang
sesuai untuk eksekutif utama perusahaan Komite juga dapat mempertimbangkan
kompensasi bagi komisaris perusahaan.
2. Komite remunerasi harus terdiri
hanya dari direktur independen yang tidak berafiliasi dengan dan tidak menerima
kompensasi apapun selain fee pertemuan dewan komisaris dan
yang terkait dengan komite.
3. Komite remunerasi harus memiliki
sebuah piagam yang menyatakan peran, tanggung jawab, dan fungsi komite. Piagam
tersebut harus disetujui oleh dewan komisaris dan seluruh sepenuhnya
diungkapkan kepada pemegang saham.
4. Komite remunerasi harus memiliki
wewenang dan sumber daya anggaran untuk menyewa ahli, penasihat, dan konsultan
yang dianggap diperlukan untuk merancang dan menerapkan pengaturan kompensasi
eksekutif. Manajemen tidak harus mengontrol sumber daya anggaran perusahaan,
dan konsultan yang sama tidak harus disewa oleh manajemen.
5. Komite remunerasi harus
mengembangkan kompensasi berbass kinerja untuk eksekutif perusahaan, menetapkan
kompensasi eksekutif rencana untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan,
mengevaluasi kinerja eksekutif, dan merevisi rencana kompensasi yang diperlukan
untuk memberikan insentif bagi kinerja eksekutif tinggi.
6. Komite remunerasi harus memastikan
pengungkapan kompensasi eksekutif yang cukup dan sesuai dengan persyaratan
pengungkapan SEC.
7. Komite remunerasi harus memastikan
bahwa eksekutif mengembalikan kompensasi mereka apabila terjadi penyajian
kembali hasil keuangan perusahaan.
8. Komite menetapkan kebijakan
kompensasi harus memberikan bauran yang tepat dari bonus gaji dan kompensasi
insentif jangka panjang, termasuk pengaturan pesangon dan pensiun, yang
sepenuhnya diungkapkan kepada dan disetujui oleh para pemegang saham.
9. Komite harus menetapkan metrik
kompensasi berbasis kinerja berdasarkan tolok ukur kinerja yang tepat seperti
nilai tambah ekonomi (EVA), nilai tambah pemegang saham (SVA), return on equity
(ROE), return on assets (ROA), sisa pendapatan (RI), pendapatan, dan uang tunai
pertumbuhan arus (EKG).
10. Komite remunerasi harus mendorong
kepemilikan saham eksekutif dan mempromosikan kesetaraan berbasis kompensasi
(opsi saham, saham terbatas).
11. Komite remunerasi harus memiliki
sebuah piagam yang menyatakan kebijakan, prosedur, komposisi, otoritas, sumber
daya, dan tanggung jawab serta persyaratan untuk memproduksi laporan tahunan
tentang kompensasi eksekutif untuk dimasukkan dalam proksi pernyataan
perusahaan.
12. Komite remunerasi harus memberikan
kompensasi dan pengungkapan analisis dan meminta untuk dimasukkan dalam laporan
tahunan perusahaan.
6.
Komite Nominasi
Komite Nominasi
Komite nominasi bertugas untuk
mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menominasikan direktur baru pada dewan, dan
juga memfasilitasi pemilihan direksi baru oleh pemegang saham. Komite dapat
menggunakan dukungan staf yang diberikan oleh CEO dalam mengidentifikasi dan
merekrut anggota baru dewan direksi perusahaan. Sebuah komite nominasi yang
efektif secara substansial dapat mengurangi peran tradisional dimainkan oleh
direktur utama dalam memilih komisaris baru yang tidak mungkin independen dari
manajemen. Sedangkan di Indonesia menurut Pedoman Umum GCG (KNKG)
tahun 2006 menyatakan bahwa komite nominasi dan remunerasi bertugas membantu
dewan komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota dewan
komisaris dan direksi serta sistem remunerasinya.
Menurut Sarbanes-Oxley Act (SOX),
komite nominasi bertanggung jawab untuk:
1. Meninjau kinerja komisaris saat ini.
2. Menilai kebutuhan untuk komisaris
baru.
3. Mengidentifikasi dan mengevaluasi
keterampilan, latar belakang, keragaman (jenis kelamin, latar belakang etnis,
dan pengalaman), dan pengetahuan calon komisaris.
4. Memiliki proses nominasi kandidat
yang memenuhi syarat objektif.
5. Membantu dalam pemilihan komisaris
baru yang berkualitas.
6. Menetapkan kebijakan tata kelola
perusahaan (misalnya, kebijakan suara mayoritas).
7. Berkomunikasi dengan pemegang saham
mengenai calon dewan dan pemegang saham lainnya kekhawatiran dan masalah.
8. Menentukan apakah seluruh dewan
komisaris memenuhi persyaratan independensi yang ditetapkan oleh standar
pencatatan dalam hal sebagian besar direktur (setidaknya dua pertiga) yang independen.
Menurut KNKG di Indonesia, komite
nominasi dan remunerasi bertanggung jawab membantu dewan komisaris
mempersiapkan calon anggota dewan komisaris dan direksi dan mengusulkan besaran
remunerasinya. Dewan komisaris dapat mengajukan calon tersebut dan
remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan
anggaran dasar.
Komite
nominasi harus memimpin proses penilaian direktur dan pemilihan. Isu-isu
berikut harus dipertimbangkan dalam proses evaluasi termasuk (tetapi tidak
terbatas pada hal-hal berikut):
ü Jenis kelamin dan keragaman etnis
dalam menciptakan keseimbangan yang tepat untuk memungkinkan komisaris untuk
menghadapi tantangan bisnis saat ini dan masa depan dan mencerminkan basis
pelanggan perusahaan sebagai keunggulan kompetitif.
ü Pengalaman diperlukan untuk secara
efektif mengoperasikan komite dewan.
ü Keahlian yang dibutuhkan di masa
depan. Sebagai contoh, jika perusahaan mengharapkan masa depan merger dan
akuisisi, memiliki komisaris dengan pengetahuan dan latar belakang dalam model
penilaian akan sangat membantu. Tantangan bagi perusahaan di masa depan terkait
manajemen risiko perusahaan dan tanggung jawab sosial dan lingkungan juga
memerlukan pertimbangan direksi berpengetahuan di daerah tersebut.
ü Kebijakan dua termin keanggotaan
dewan komisaris bagi komisaris non-eksekutif untuk menjaga independensinya.
ü Kombinasi yang tepat atas
kualifikasi komisaris dan karakteristik perilaku.
Setelah komite nominasi menyeleksi
beberapa kandidat komisaris, kandidat-kandidat tersebut harus diseleksi lebih
lanjut berdasarkan latar belakang, pengetahuan, keahlian, keragaman,
nilai-nilai etika, dan karakter kandidat yang bersangkutan. Kandidat yang lolos
itu kemudian harus memperoleh persetujuan seluruh komisaris sebelum diajukan
dalam pemilihan oleh pemegang saham. Komite nominasi juga harus melakukan
wawancara untuk memastikan bahwa kandidat yang dipilih tidak hanya memiliki
kualitas yang baik, tetapi juga memiliki waktu dan perhatian untuk menjadi
anggota dewan komisaris yang efektif dan kandidat tersebut tidak menjabat
terlalu banyak di dewan lain. Apabila kandidat tersebut telah terpilih dalam
RUPS, maka ia akan menjabat selama masa jabatannya kecuali dipecat atau dipaksa
mengundurkan diri, sesuatu yang jarang terjadi.
Pada masa lalu, tidak terdapat
batasan masa jabatan dewan komisaris. Dengan demikian, komisaris incumbent akan
selalu terpilih kembali kecuali dipecat atau pensiun, suatu hal yang jarang
terjadi. Namun, pada saat ini, telah diberikan saran untuk memastikan bahwa
kandidat incumbent memadai untuk dipilih kembali:
v Menetapkan usia pensiun wajib bagi
semua komisaris independen, komisaris interal dan incumbent. Saat ini tidak ada
hukum, standar pencatatan, atau persyaratan eksternal lainnya mandat usia
pensiun standar untuk direksi. Dengan demikian, perusahaan publik, dalam
mengikuti praktek tata kelola perusahaan terbaik (misalnya, pernyataan
kebijakan CII), harus memutuskan usia pensiun terbaik bagi komisaris mereka
(mungkin di kisaran 70 sampai 75 tahun).
v Gunakan evaluasi tahunan dewan
sebagai sarana untuk menilai kualifikasi, pengetahuan, kepercayaan, dan
perubahan dalam status komisaris yang ada dan kelayakan mereka untuk
dinominasikan untuk pemilihan kembali.
v Gunakan batas maksimal untuk
pemilihan kembali komisaris incumbent.
v Perlu sertifikasi tahunan dari
komisaris untuk mengungkapkan setiap perubahan keadaan kerja utama mereka,
potensi konflik kepentingan, dan keterlibatan dalam tindakan ilegal atau
perilaku tidak etis yang dapat memalukan bagi perusahaan.
v Memberikan insentif dan kesempatan
bagi direksi untuk mengundurkan diri dari dewan sebelum pencalonan kembali dan
dipilih kembali dalam keadaan ketika mereka tidak efektif, telah terlibat dalam
perilaku tidak etis atau tindakan ilegal, atau terkait dengan konflik
kepentingan.
v Mendorong pemegang saham, investor
institusional khususnya, untuk memasukkan nominator dewan mereka pada surat
suara resmi perusahaan.
v Mendorong pendidikan tahunan
melanjutkan direktur untuk memastikan bahwa pengetahuan mengenai corporate
governance dan finansial tetap diperbarui.
7.
Komite Audit
Salah satu dari komite-komite yang telah
disebutkan di atas yaitu Komite Audit memiliki tugas terpisah dalam membantu
Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam memberikan pengawasan
secara menyeluruh. Sebagai contoh, Komite Audit memiliki wewenang untuk melaksanakan
dan mengesahkan penyelidikan terhadap masalah-masalah di dalam cakupan tanggung jawabnya. The
Institute of Internal Auditors (IIA) merekomendasikan bahwa setiap
perusahaan publik harus memiliki Komite Audit yang diatur sebagai komite tetap.
IIA juga menganjurkan dibentuknya Komite Audit di dalam organisasi lainnya,
termasuk lembaga-lembaga non-profit dan pemerintahan. Komite Audit agar
beranggotakan Komisaris Independen, dan terlepas dari kegiatan manajemen
sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk membantu Dewan Komisaris
dalam menjalankan tanggung jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan
dengan kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan sistem
pelaporan keuangan (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and
the Audit Committee: Working Together Towards Common Goals).
Pada umumnya, Komite Audit mempunyai
tanggung jawab pada tiga bidang, yaitu;
a.
Laporan Keuangan (Financial Reporting);
b.
Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance); dan
c.
Pengawasan Perusahaan (Corporate Control).
a.
Laporan Keuangan (Financial Reporting)
Tanggung jawab Komite Audit di bidang
laporan keuangan adalah untuk memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat
oleh manajemen telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang hal-hal
sebagai berikut:
1.
Kondisi keuangan;
2.
Hasil Usahanya;
3.
Rencana dan komitmen jangka panjang.
Ruang lingkup pelaksanaan dalam bidang
ini adalah:
1.
Merekomendasikan auditor eksternal;
2.
Memeriksa hal-hal yang berkaitan dengan auditor eksternal, yaitu:
_ Surat
penunjukkan auditor.
_ Perkiraan biaya
audit.
_ Jadwal kunjungan
auditor.
_ Koordinasi
dengan internal audit.
_ Pengawasan
terhadap hasil audit.
_ Menilai
pelaksanaan pekerjaan auditor.
3.
Menilai kebijakan akuntansi dan keputusan-keputusan yang menyangkut kebijaksanaan;
4.
Meneliti Laporan Keuangan (Financial Statement), yang meliputi:
_ Laporan Paruh
Tahun (Interim Financial Statements).
_ Laporan Tahunan
(Annual Financial Statements).
_ Opini Auditor
dan Management Letters.
Khusus tentang penilaian atas kebijakan
akuntansi dan keputusan suatu kebijaksanaan, dapat dilakukan secara efektif
dengan memperoleh suatu rangkuman yang singkat tentang semua kebijakan
akuntansi yang mendasari laporan keuangan yang diperoleh dari pejabat dalam
bidang akuntansi.
b.
Tata Kelola Perusahaan (Corporate Governance)
Tanggungjawab Komite Audit dalam bidang
Corporate Governance adalah untuk memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan
sesuai undangundang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan beretika,
melaksanakan pengawasannya secara efektif terhadap benturan kepentingan dan
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan perusahaan. Ruang lingkup pelaksanaan
dalam bidang ini adalah:
1.
Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan kepatuhan terhadap
undang-undang dan peraturan, etika, benturan kepentingan dan penyelidikan
terhadap perbuatan yang merugikan perusahaan dan kecurangan;
2.
Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun yang ditunda serta yang
menyangkut masalah Corporate Governance dalam hal mana perusahaan
menjadi salah satu pihak yang terkait di dalamnya;
3.
Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan benturan kepentingan,
perbuatan yang merugikan perusahaan, dan kecurangan;
4.
Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil pemeriksaan Corporate
Governance dan temuan-temuan penting lainnya.
c.
Pengawasan Perusahaan (Corporate Control )
Tanggungjawab Komite Audit untuk
pengawasan perusahaan termasuk di dalamnya pemahaman tentang masalah serta
hal-hal yang berpotensi mengandung risiko dan sistem pengendalian intern serta
memonitor proses pengawasan yang dilakukan oleh auditor internal. Ruang lingkup
audit internal harus meliputi pemeriksaan dan penilaian tentang kecukupan dan efektifitas
sistem pengawasan intern. Disamping itu, definisi baru tentang audit intern
memperkuat tanggung jawab Komite Audit dalam hal Corporate Control karena
dalam definisi tersebut dinyatakan, bahwa audit intern merupakan kegiatan yang
mandiri dalam memberikan kepastian (assurance), serta konsultasi untuk
memberikan nilai tambah untuk memperbaiki kegiatan suatu organisasi dalam
mencapai tujuannya melalui suatu pendekatan secara sistematik dan disiplin
dalam menilai dan memperbaiki efektifitas manajemen risiko, pengawasan dan proses
Governance. (The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and
The Audit Committee)
d.
Keanggotaan
Lebih lanjut, kriteria dan catatan
lainnya tentang Komite Audit adalah:
_ Paling sedikit
satu anggota Komite Audit harus mempunyai pengetahuan yang memadai tentang
keuangan dan akuntansi;
_ Ketua Komite
Audit harus hadir pada RUPS untuk menjawab pertanyaan para Pemegang Saham;
_ Komite Audit
harus mengundang eksekutif yang menurut mereka tepat (terutama pejabat di
bidang keuangan) untuk hadir pada rapat-rapat komite, akan tetapi apabila
dipandang perlu dapat mengadakan rapat tanpa kehadiran seorangpun eksekutif
perusahaan. Di luar itu Direktur Keuangan dan Kepala Satuan Kerja Audit Intern
dan, seorang wakil dari auditor eksternal harus hadir sebagai peserta pada
rapat-rapat Komite Audit;
_ Sekretaris
Perusahaan harus bertindak sebagai sekretaris Komite Audit;
_ Wewenang Komite
Audit harus meliputi:
❍ Menyelidiki
semua aktivitas dalam batas ruang lingkup tugasnya.
❍ Mencari
informasi yang relevan dari setiap karyawan.
❍ Mengusahakan
saran hukum dan saran profesional lainnya yang independen apabila dipandang
perlu.
❍ Mengundang
kehadiran pihak luar dengan pengalaman yang sesuai, apabila dianggap
perlu.(Pratip Kar, 2000)
8.
Audit Committee Charter
Suatu dokumen yang mengatur tentang
tugas, tanggung jawab, dan wewenang serta struktur Komite Audit yang dituangkan
secara tertulis dan disahkan oleh Dewan Komisaris akan merupakan suatu dokumen
(charter) yang menjamin terciptanya dengan baik kondisi pengawasan suatu
perusahaan, disamping perlu adanya suatu wacana dari pimpinan perusahaan akan
pentingnya pengawasan (tone at the top). Peran Komite Audit adalah untuk
mengawasi dan memberi masukan kepada Dewan Komisaris dalam hal terciptanya
mekanisme pengawasan. Tetapi dalam kenyataannya banyak anggota Komite Audit
yang tidak mempunyai pengetahuan yang cukup dalam masalah pengawasan intern, dan
bahkan tidak sedikit yang kurang mempunyai latar belakang akuntansi dan
keuangan yang memadai. Oleh karena itu, anggota Komite Audit perlu mempunyai
suatu pedoman tentang tanggung jawab dan wewenang dalam melaksanakan tugasnya
dalam bentuk Audit Committee Charter tersebut. Tanggungjawab Komite
Audit minimal yang menyangkut proses penyusunan laporan keuangan dan pelaporan lainnya, pengawasan intern,
serta dipatuhinya ketentuan tentang undang-undang dan peraturan serta etika bisnis.
Dokumen itu juga harus menyatakan, bahwa Komite Audit akan mengadakan rapat
secara periodik dan dapat mengadakan rapat tambahan atau rapat-rapat khusus
bila diperlukan. Selanjutnya wewenang, tanggungjawab dan struktur Komite Audit
harus ditetapkan dalam peraturan perusahaan.
Berpedoman pada ketentuan the
Institute of Internal Auditor mengenai Audit Committee Charter yang
harus dinyatakan dengan jelas adalah yang menyangkut hal-hal sebagai berikut:
_ Tanggungjawab
utama untuk laporan keuangan dan lainnya, pengawasan intern dan kepatuhan
terhadap peraturan perundang-undangan, peraturan dan etika bisnis dalam
perusahaan tetap berada di tangan manajemen eksekutif;
_ Pimpinan puncak
badan eksekutif, mempunyai tanggungjawab menyeluruh dalam bidang-bidang
tersebut di atas, dan Komite Audit membantu Dewan Komisaris dalam melaksanakan
tugas dan tanggungjawabnya.
Komite
Audit harus mempunyai akses pada sumber informasi, termasuk dokumen dan
personalia, dan mempunyai fasilitas yang memadai untuk melaksanakan seluruh
tanggungjawabnya tersebut;
_ Diperlukan
adanya penilaian yang tidak berpihak dan objektif tentang manajemen perusahaan;
_ Pimpinan puncak
badan eksekutif dan Dewan Direksi harus mendukung Komite Audit, yang bekerja
secara mandiri dan bebas dari pengaruh manajemen maupun pengaruh lainnya yang
merupakan kelemahan perusahaan;
_ Komite Audit dan
auditor internal harus memelihara suatu tingkat kemandirian profesional dalam
menilai pelaksanaan tanggungjawab manajemennya. Akan tetapi, ini tidak berarti,
bahwa suatu peran yang harus berlawanan dengan manajemen, karena pada dasarnya
auditor internal dan manajemen harus mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk peningkatan
efisiensi;
_ Untuk memastikan kemandirian fungsi audit
intern dan yang memastikan bahwa temuan audit telah ditindaklanjuti secara
wajar, Komite Audit harus meningkatkan dan memperbaiki kerja sama yang saling
menguntungkan dengan auditor internal, dan manajemen eksekutif. (The Institute
of Internal Auditors, The Audit Committee in the Public Sector)
9. Struktur Komite Audit
Komite
Audit harus terdiri dari individu-indidvidu yang mandiri dan tidak terlibat
dengan tugas sehari-hari dari manajemen yang mengelola perusahaan, dan yang
memiliki pengalaman untuk melasanakan fungsi pengawasan secara efektif. Salah satu
dari beberapa alasan utama kemandirian ini adalah untuk memelihara integritas
serta pandangan yang objektif dalam laporan serta penyusunan rekomendasi yang
diajukan oleh Komite Audit, karena individu yang mandiri cenderung lebih adil
dan tidak memihak serta obyektif dalam menangani suatu permasalahan.
Jumlah anggota Komite Audit disesuaikan
besar-kecilnya dengan organisasi dan tanggung jawab. Namun biasanya tiga sampai
lima anggota merupakan jumlah yang cukup ideal. Komite Audit biasanya perlu
untuk mengadakan rapat tiga sampai empat kali setahun untuk melaksanakan
kewajiban dan tanggung jawabnya yang menyangkut soal sistem pelaporan keuangan.
(The Institute of Internal Auditors, Internal Auditing and The Audit Committee)
10. KOMITE LAIN
Dewan komisaris dapat membentuk
komite khusus lain untuk membantu tugas dean komisaris terkat dengan
kejadian-kejadian khusus. Proses pembentukan komite khusus ini sangat penting.
Komite ini harus memiliki tugas yang jelas, melaksanakan pekerjaannya dengan
penuh tanggung jawab, dan tidak memiliki kepentingan. Berikut adalah beberapa
pedoman dalam pembentukan komite-komite khusus:
a. Anggota komite tersebut harus
diseleksi secara hati-hati, untuk memastikan tidak ada konflik kepentingan.
b. Jumlah kompensasi/gaji yang
diberikan harus dipertimbangkan dengan seksama agar tidak memicu masalah lain.
c. Tugas yang diberikan harus jelas dan
tertulis.
d. Apabila anggota komite tersebut
bertindak sebagai pihak yang memiliki kepentingan atas perusahaan, maka anggota
tersebut tidak boleh memanfaatkan sumber daya perusahaan.
e. Komite tersebut harus bekerja dengan
informasi yang memadai.
Komite Governance/Strategik
Komite governance/strategik
bertugas menyusun agenda bagi dewan komisaris untuk menentukan isu-isu apa dan
sejauh mana harus didiskusikan dengan manajemen. Dewan komisaris tidak memiliki
informasi yang memadai, untuk itu komite governance bekerja
sama dengan direktur utama perusahaan menyususn agenda rapat yang disetujui
kedua belah pihak. Bekerja sama dengan manajemen, komite governance setiap
tahun harus mengidentifikasi prioritas-prioritas perusahaan termasuk arah
strategi perusahaan, aktivitas pendanaan, peluang investasi, rencana suksesi
dan pertumbuhan berkelanjutan. Prioritas-prioritas ini kemudian disusun dalam
agenda rapat dewan komisaris. Pada intinya, komite governance harus:
1. Mengendalikan agenda dan pelaksanaan
rapat
2. Mengevaluasi agenda yang lalu dan
lamanya rapat untuk memastikan bahwa setiap isu didiskusikan dalam waktu yang
memadai.
3. Merevisi agenda apabila diperlukan
dan mengatur prioritas dalam rapat.
Indonesia juga memiliki komite
khusus terkait dengan governance, yaitu Komite Kebijakan Corporate
Governance. Namun, berbeda dengan komitegovernance yang dibahas
sebelumnya, komite ini bertanggung jawab untuk membantu dewan komisaris
mengkaji pelaksanaan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh direksi serta
menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang terkait dengan etika perusahaan
dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Komite Komisaris Independen Eksternal
Apabila direktur utama perusahaan
(CEO) juga bertindak sebagai ketua dewan komisaris, maka harus dibentuk komite
dewan komisaris yang independen dan berasal dari pihak eksternal untuk menjaga
independensi dewan komisaris dari pengaruh manajemen dan CEO. Komite ini
terdiri dari komisaris non-eksekutif dan harus terlibat dalam fungsi
pengawasan.
Komite Eksekutif
Komite eksekutif bertugas
mengevaluasi dan menyetujui keputusan, rencana, dan tindakan manajerial atas
nama seluruh anggota dewan komisaris. Tugas ini dijalankan apabila sulit untuk
mempertemukan seluruh anggota dewan komisaris untuk membahas isu penting dengan
waktu terbatas. Komite eksekutif dapat dibentuk atas pimpinan setiap komite
untuk mengorganisasikan aktivitas mereka dan menyusun agenda untuk seluruh
dewan komisaris.
Komite Pengungkapan
Komite Pengungkapan dibentuk untuk
membantu pihak eksekutif mematuhi aturan SOX Seksi 302 mengenai pengendalian
internal dan pelaporan keuangan. Komite pengungkapan terdiri atas pihak-pihak
yang memahami pemenuhan kebutuhan periodik perusahaan, praktik pengungkapan
bisnis dan hukum, serta prosedur dan pengendalian pengungkapan. Pihak-pihak
yang harus dilibatkan dalam komite ini adalah general counsel, chief
accounting officer, controller, risk management officer, outside legal counsel,
dan hubungan investor.
Komite Teknologi Informasi
Komite ini merupakan komite yang
khusus untuk mengelola dan mengawasi hal-hal terkait dengan teknologi
informasi. Komite ini bertugas mengawasi proyek dan fungsi IT sebagaimana
mengevaluasi peluang strategis dan teknologi masa depan.
Komite Kebijakan Risiko
KNKG Indonesia menyarankan
perusahaan untuk membuat komite kebijakan risiko apabila dirasa membutuhkan.
Komite kebijakan risiko bertugas membantu dewan komisaris dalam mengkaji sistem
manajemen risiko yang disusun oleh direksi serta menilai toleransi risiko yang
dapat diambil oleh perusahaan.
III. KESIMPULAN
Kepatuhan terhadap reformasi aturan
corporate governance, kompleksitas bisnis, globalisasi dan perkembangan
teknologi mendorong dewan komisaris untuk membentuk komite-komite penunjang
untuk mendapatkan kinerja terbaik dengan keahlian, pengalaman dan usaha
maksimal setiap komisaris. Di Indonesia, setiap perusahaan yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia wajib membentuk Komite Audit dan dapat membentuk
komite-komite lain sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pada akhirnya, karena
corporate governance telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kepemimpinan
perusahaan public yang etis, maka kebutuhan akan pemahaman mengenai komite
penunjang dewan komisaris dan tugas-tugasnya menjadi semakin penting.
Komite-komite tersebut umumnya dibentuk untuk membantu dewan komisaris
perusahaan untuk memenuhi tugas fiduciary-nya secara efektif, baik sebagai
pelindung kepentingan investor maupun sebagai pengawas dan penasihan dewan
direksi.
Kesimpulan
Good Corporate Governance atau Tata Kelola
Perusahaan yang Baik membantu terciptanya hubungan yang kondusif dan dapat
dipertanggungjawabkan diantara elemen dalam perusahaan (Dewan Komisaris, Dewan Direksi,
dan para pemegang saham) dalam rangka meningkatkan kinerja
perusahaan. Hal tersebut menuntut adanya
pertanggungjawaban manajemen kepada Dewan Komisaris dan adanya pertanggungjawaban
Dewan Komisaris kepada para Pemegang Saham. Dalam paradigma ini, Dewan
Komisaris berada pada posisi untuk memastikan bahwa manajemen telah benar-benar
bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai strategi yang telah ditetapkan serta
menjaga kepentingan para pemegang saham
- yaitu untuk meningkatkan nilai ekonomis
perusahaan. Terlebih lagi, Dewan Komisaris memegang peranan penting dalam
mengarahkan strategi dan mengawasi jalannya perusahaan serta memastikan bahwa
para manajer benar-benar meningkatkan
kinerja perusahaan sebagai bagian daripada pencapaian
tujuan perusahaan. Yang terpenting dalam hal ini adalah kemandirian komisaris
dalam pengertian bahwa Dewan Komisaris:
_ Memiliki
kemampuan untuk membahas permasalahan tanpa campur tangan manajemen;
_ Dilengkapi
dengan informasi yang memadai untuk mengambil keputusan; dan
_ Berpartisipasi
secara aktif dalam penetapan agenda dan strategi.
Hal
ini menuntut adanya individu-individu dengan kualitas yang luar biasa baik,
memiliki latar belakang yang beragam, berbekal keahlian utama dan pemahaman
yang serius tentang perusahaan dan bisnis.
Mengingat
bahwa akhir-akhir ini Corporate Governance merupakan salah satu topik
pembahasan sehubungan dengan semakin gencarnya publikasi tentang kecurangan (fraud)
maupun keterpurukan bisnis yang terjadi sebagai akibat kesalahan yang dilakukan
oleh para eksekutif manajemen, maka hal ini menimbulkan suatu tanda tanya
tentang kecukupan (adequacy) Corporate Governance. Demikian pula halnya
tentang kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan perusahaan
dipertanyakan. Oleh karena itu adalah suatu hal yang wajar dan penting bagi
semua pihak yang terkait dengan proses penyusunan laporan keuangan untuk
mengupayakan mengurangi bahkan menghilangkan krisis kepercayaan (credibility
gap) dengan mengkaji kembali peranan masing-masing dalam proses penyusunan
tersebut. Dalam hal ini Komite Audit mempunyai peran yang sangat penting dan
strategis dalam hal memelihara kredibilitas proses penyusunan laporan keuangan
seperti halnya menjaga terciptanya sistem pengawasan perusahaan yang memadai
serta dilaksanakannya Good Corporate Governance. (Improving Audit
Committee Performance: What Works Best - A Research Report prepared by
PricewaterhouseCoopers, the Institute of Internal Auditors Research Foundation)
Akhirnya,
suatu Dewan Komisaris yang aktif, canggih, ahli, beragam, dan yang terpenting -
independen yang mengikuti proses-proses efektif yang ditempuh oleh Dewan
Komisaris dan komite-komite yang berkaitan adalah yang paling baik untuk
ditempatkan dalam memastikan bahwa aset-aset perusahaan telah dialokasikan
untuk pemanfaatannya secara produktif.
SUMBER : DARI BERBAGAI ARTIKEL